INILAH.COM, New York (23/7) -- Meskipun Gubernur Fed Ben Bernanke tidak paham dengan harga emas tetapi tetap dapat memprediksi pergerakannya. Sentimen dolar AS dan Quantittive Easing (QE) dapat menjadi indikatornya. Harga emas sulit diikuti pergerakan harganya. Untuk itu membutuhkan keahlian khusus untuk menganalisa faktor-faktor dan pengaruh pada logam mulia ini. Bahkan Ben Bernanke sekalipun mengatakan tidak ada orang yang memahami harga emas, termasuk dirinya sendiri. Tetapi bukan berarti tidak bisa. 'Tidak ada yang benar-benar memahami harga emas dan aki tidak sedang berpura-pura untuk memahaminya,' kata Bernanke di hadapan Senat AS Kamis (18/7/2013) pekan lalu. Harga emas untuk pengiriman Agustus di awal perdagangan AS Senin (22/7/2013) naik 2,6% ke US$1.326,5 per troy ounce di divisi Comex New York Mercantile Exchange. Investor memiliki harapan permintaan dari China meningkat dan seiring pelemahan dolar AS membantu menahan emsa bertahan di atas level US$1.300 per troy ounce dalam lima pekan terakhir. Masuk ke kuartal ketiga tahun ini, banyak faktor yang mempengaruhi setiap hari terhadap pasar emas. Beberapa diantaranya adalah spekulasi tentang bank sentral AS, bergerakan dalam dolar AS, permintaan fisik dan prospek ekonomi global. Menurut pendiri lembaga investasi CitrinGroup, Jonathan Citrin mengatakan untuk memprediksi nilai logam masa depan, seseorang harus mampu memprediksi permintaan, dampak stimulus global moneter maupun pergerakan di pasar ekuitas. 'Hal ini hampir mustahil untuk memprediksi masa depan setiap aset dengan emas di daftar paling sulit,' katanya seperti mengutip marketwatch.com, Senin (22/7/2013). Tetapi pergerakan emas sering masuk akal. Jadi jika investor mencermati harga yang terjadi di pasar emas. Faktor utamanya adalah tetap faktor pasokan dan permintaan. Dari kedua faktor tersebut sering bergantian untuk mendukung harga berikutnya. Faktor The Fed Mari kita mulai dengan ketidakpastian stimulus Fed senilai US$85 miliar setiap bulan di pasar obligasi. Kebijakan ini dikenal dengan pelonggaran kuantitatif (QE). QE cenderung menekan dolar AS dan meningatkan risiko inflasi. Emas sering memanfaatkan pelemahan dolar yang dipandang sebagai lindung nilai terhadap inflasi. Jadi reaksi emas terhadap QE dan potensi berkurangnya nilai stimulus moneter menjadi prospek untuk permintaan logam. Putaran pertama QE bergulir pada akhir 2008 dan harga emas terus melonjak terus. Level tertinggi dapat tercapai pada September 2011 di US$1.900 per troy ounce. Baru-baru ini, emas naik lagi setelah mendekati level US$1.200 per troy ounce. Pemicunya karena ekspektasi terhadap Fed untuk mempertahankan program QE hingga akhir tahun. 'The Fed sering memegang kunci irama pasar sehingga membuat semua orang menebak,' kata Jaon Skoyles dari The Real Asset Co. Selama sepekan pejabat Fed mengatakan ingin mengurangi besaran QE. Saat itu, Bernanke menegaskan akan melanjutkan QE untuk masa lebih panjang lagi. Akhirnya di hadapan Senat pada pekan lalu, Bernanke tanpa menghasilkan keputusan. Jadi tidak heran bila emas begitu volatile.