Disclaimer : Semua artikel dan konten yang terdapat dalam portal ini hanya bersifat informasi saja. Kami tidak bertanggung jawab terhadap semua kerugian baik langsung maupun tidak langsung yang dialami oleh pembaca atau pihak lain akibat menggunakan informasi dari portal kami.

25 Agustus 2015

Indeks Saham Jepang Turun untuk hari Kedua Pasca Saham AS Masuki Koreksi

KONTAK PERKASA FUTURES - Saham Jepang merosot, memperpanjang aksi sell-off terbesar dalam lebih dari dua tahun terakhir karena yen menguat pasca indeks ekuitas acuan AS masuk wilayah koreksi. Indeks Topix anjlok sebesar 3 persen ke level 1,435.97 pukul 09:04 pagi di Tokyo, menambah penurunan sebesar 5,9 persen pada hari Senin, terbesar sejak Mei 2013 lalu dan melihat pasar Jepang mulai memasuki wilayah koreksi. Indeks Nikkei 225 Stock Average turun sebesar 2,7 persen ke level 18,036.85. Yen ditransaksikan pada level 118,84 per dolar setelah penguatan sebanyak 116,18 semalam di New York. Ketakutan melakukan transaksi selama setengah jam pasca pasar AS dibuka, dengan indeks Standard & Poor 500 turun 34 poin bisa menjadi pemutus sirkuit di pasar secara luas yang akan pernah menutup perdagangan selama 15 menit. Pada satu titik, indeks Dow Jones Industrial Average anjlok lebih dari 1.000 poin, kemudian pengupas penurunan ke level 588,40 pada penutupan. Volatilitas melonjak, dengan Indeks Volatilitas Chicago Board Options Exchange melompat sebesar 90 persen. Investor fokus ke China, gejolak ekuitas global saat ini dipicu devaluasi mata uang China pada 11 Agustus lalu. Indeks Shanghai Composite turun 8,5 persen pada hari Senin, mengabaikan langkah-langkah dukungan pemerintah menuju penurunan terbesar sejak 2007 lalu.
Sumber: Bloomberg

Yen Melemah untuk Pertama Kali dalam Lima Hari Terakhir

KONTAK PERKASA FUTURES - Yen jatuh untuk pertama kalinya dalam lima hari terakhir terhadap dolar pasca pejabat Departemen Keuangan mengatakan rally mata uang Jepang ke level tertinggi dalam tujuh bulan terakhir itu "tiba-tiba."  Penguatan dolar dari level terendah sejak Januari lalu terhadap euro seiring indeks ekuitas berjangka AS menguat. Dolar Australia naik ke level tertinggi dalam dua pekan terakhir pasca meluncur pada Senin kemarin terkait kekhawatiran perlambatan ekonomi China akan meredam pertumbuhan global. Yen tergelincir sebesar 0,4 persen ke level 118,86 per dolar pukul 09:53 pagi di Tokyo pasca melonjak ke level 116,18 pada hari Senin, terkuat sejak 16 Januari lalu. Dolar naik sebesar 0,4 persen ke level $1,1578 per euro setelah melemah sebesar 2 persen kemarin.  "Saya pikir itu terjadi tiba-tiba," menurut pejabat resmi Departemen Keuangan, saat ditanya oleh wartawan di Tokyo Selasa tentang lonjakan yen semalam.  Menteri Ekonomi Jepang Akira Amari mengatakan di parlemen bahwa penguatan yen terkait permintaan terhadap aset safe haven kemarin yang menunjukkan valuasi ekonomi Jepang sebagai "suara."  Dolar Australia naik sebesar 0,4 persen ke level 71,85 sen AS, pasca jatuh ke level 70,50 sen Senin kemarin, terlemah sejak April 2009. Mata uang Selandia Baru turun 0,1 persen ke level 64,79 sen AS setelah anjlok sebesar sebanyak 8,3 persen Senin.  Pedagang telah memangkas 24 persen kemungkinan bahwa Federal Reserve akan menaikkan suku bunga pada pertemuan pada September mendatang, turun sekitar 48 persen pada 18 Agustus. Perhitungan ini didasarkan pada asumsi bahwa suku bunga The Fed yang efektif akan rata-rata berada pada kisaran 0,375 persen setelah peningkatan pertama. (izr)

Sumber: Bloomberg

Penurunan Ekuitas Global Tekan Harga Minyak Dibawah Level $ 39

KONTAK PERKASA FUTURES - Minyak mengalami penurunan dekati level 6 tahun terendah setelah pasar saham global dan aksi jual  komoditas turun seiring data pemerintah diperkirakan akan menunjukkan persediaan minyak diperluas untuk minggu kedua.Kontrak berjangka sedikit berubah di New York setelah kemarin merosot 5,5 %. Persediaan minyak mungkin diperluas sebesar 2 juta barel sampai 21 Agustus, menurut survei Bloomberg sebelum laporan dari Administrasi Informasi Energi pada hari Rabu. Ukuran fluktuasi harga minyak kemarin naik ke level tertinggi dalam lebih dari 4 bulan terakhir di tengah jatuhnya harga komoditas. Minyak telah merosot lebih dari 35 % sejak rekor penutupan tahun ini pada bulan Juni terkait tanda-tanda melimpahnya pasokan global akan bertahan seiring pemimpin anggota OPEC mempertahankan output dan persediaan AS tetap hampir 100 juta barel di atas rata-rata 5 tahun. Indeks Komoditi Bloomberg dari 22 bahan baku kemarin merosot ke level terendahnya sejak tahun 1999 akibat kekhawatiran perlambatan permintaan di China. Minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman bulan Oktober berada di level $ 38,21 per barel di New York Mercantile Exchange, turun 3 sen pada pukul 10:41 pagi waktu Sydney. Kontrak kemarin turun $ 2,21 ke level $ 38,24, yang merupakan penutupan terendahnya sejak Februari 2009. Volume semua berjangka yang diperdagangkan adalah sekitar 14 % di bawah rata-rata 100-hari. Harga minyak menyentuh level intraday terendah sebesar $ 32,40 per barel pada Desember 2008. Brent untuk pengiriman bulan Oktober naik 1 sen pada level $ 42,70 per barel di London berbasis ICE Futures Europe exchange. Kemarin,  jatuh $ 2,77 atau 6,1 %, ke level $ 42,69, level terendahnya sejak Maret 2009. Minyak mentah acuan Eropa diperdagangkan pada premium di level $ 4,48 dibandingkan minyak mentah WTI. (knc)
Sumber : Bloomberg

Rupiah melemah menjadi Rp13.988

KONTAK PERKASA FUTURES - Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Senin sore bergerak melemah sebesar 47 poin menjadi Rp13.988 dibandingkan posisi sebelumnya di posisi Rp13.941 per dolar AS. "Nilai tukar rupiah kembali mengalami tekanan terhadap dolar AS, sentimen eksternal masih menjadi faktor utama mata uang domestik mengalami tekanan," ujar Pengamat pasar uang Bank Himpunan Saudara Rully Nova di Jakarta. Menurut dia, negara tujuan ekspor utama Indonesia, salah satunya Tiongkok yang belum memperlihatkan kondisi yang membaik membuat fundamental ekonomi Indonesia akan melambat sehingga situasi itu membuat pelaku pasar uang cenderung melepas mata uang rupiah karena dinilai berisiko dan memegang dolar AS. Di sisi lain, lanjut dia, belum adanya kepastian dari the Fed untuk menaikan suku bunganya juga menambah sentimen negatif bagi mata uang negara berkembang, termasuk rupiah. Diharapkan, the Fed segera memutuskan kebijakannya sehingga dapat meredam ketidakpastian di pasar valas negara berkembang. Kendati demikian, ia mengatakan bahwa adanya intervensi dari Bank Indonesia salah satunya melakukan pembelian Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder, cukup positif dalam menahan depresiasi nilai tukar rupiah lebih dalam.  "Bank Indonesia cukup aktif menjaga fluktuasi rupiah sehingga tekanan yang terjadi tidak lebih dalam dibandingkan mata uang di kawasan Asia lainnya," katanya. Menurut Ruly Nova, pelaku pasar uang mengharapkan adanya realisasi percepatan belanja infrastruktur karena dengan membaiknya sektor itu akan mendorong fundamental ekonomi Indonesia menjadi lebih baik, yang akhirnya dapat menopang mata uang rupiah. Sementara itu, dalam kurs tengah Bank Indonesia (BI) pada Senin (24/8) mencatat nilai tukar rupiah bergerak melemah menjadi Rp13.998 dibandingkan sebelumnya di posisi Rp13.895 per dolar AS.