Bursa saham Tokyo
ditutup naik 0,93 persen pada Rabu, karena dolar yang lebih kuat
mendukung pengekspor saat para investor menunggu keputusan pertemuan
kebijakan Federal Reserve AS hari ini. Indeks acuan Nikkei 225
naik 139,83 poin menjadi 15.115,80 dan indeks Topix dari semua saham
papan utama ditutup naik 0,88 persen atau 10,95 poin ke posisi 1.249,15.
Volume perdagangan rendah karena banyak investor di luar pasar
menjelang keputusan kebijakan Fed dan konferensi pers berikutnya.
"Saat ini tidak ada arah yang jelas ke pasar, dan orang-orang ingin
tahu apa yang diharapkan, terutama karena BoJ (bank sentral Jepang)
tampaknya tak melakukan apa-apa untuk membantu saham," seorang direktur
perdagangan ekuitas di perusahaan pialang Eropa mengatakan kepada Dow
Jones Newswires.
BoJ pekan lalu menahan diri untuk memperluas program stimulusnya
dan mengatakan ekonomi nomor tiga di dunia itu mulai pulih, meski ada
kekhawatiran kenaikan pajak penjualan baru-baru ini akan menghambat
pertumbuhan.
The Fed diperkirakan tidak akan membuat perubahan kebijakan saat
ini -- suku bunga federal fund akan tetap mendekati nol dan pembelian
obligasi stimulus bulanan kemungkinan akan kembali dikurangi 10 miliar
dolar AS menjadi 35 miliar dolar AS di jalur untuk disudahi pada akhir
tahun ini.
Tetapi dealer akan mempelajari proyeksi ekonominya untuk petunjuk
tentang kapan bank sentral akan mulai menaikkan suku bunga acuannya. Para pembuat kebijakan akan mengambil data Selasa yang menunjukkan
inflasi AS pada 2,1 persen pada Mei, tingkat tertinggi sejak Oktober
2012.
Dalam perdagangan valuta asing, dolar dibeli 102,27 yen di Tokyo, terhadap 102,13 yen di New York.
Pengekspor utama Jepang naik karena yen yang lebih lemah,
meningkatkan profitabilitas mereka. Saham Toyota naik 1,06 persen
menjadi 5.884 yen dan Canon naik 0,32 persen menjadi 3.402 yen.
Saham-saham kelas berat juga naik, dengan operator seluler SoftBank
bertambah 1,69 persen menjadi 7.610 yen, demikian mengutip laporan AFP.
18 Juni 2014
Rupiah Rabu pagi melemah menjadi Rp11.955
Juni 18, 2014
News Market
Nilai tukar rupiah
yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Rabu pagi melemah sebesar
63 poin menjadi Rp11.955 dibandingkan sebelumnya di posisi Rp11.892 per
dolar AS.
"Masih adanya kekhawatiran peningkatan harga minyak mentah dunia
akibat konflik di Irak akan mengganggu APBN sehingga nantinya dapat
mempengaruhi outlook pertumbuhan Indonesia, situasi itu mendorong rupiah
terus mengalami tekanan," kata Kepala Riset Trust Securities Reza
Priyambada di Jakarta, Rabu.
Di sisi lain, lanjut dia, meningkatnya harga minyak mentah dunia
itu juga akan mengganggu perbaikan neraca perdagangan Indonesia, kondisi
itu memunculkan persepsi bahwa defisit di neraca perdagangan akan
membesar.
Ia menambahkan bahwa meningkatnya yield surat utang pemerintah,
terutama imbal hasil lelang Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) turut
menambah sentimen negatif bagi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.
"Meningkatnya yield obligasi pemerintah memberi kekhawatiran investor di dalam negeri," katanya.
Dari eksternal, Reza Priyambada menambahkan bahwa meningkatnya
inflasi Amerika Serikat menambah sentimen bagi mata uang dolar AS
menguat terhadap mayoritas nilai tukar dunia.
"Meningkatnya inflasi AS akan mendorong bank sentral AS (the Fed)
untuk menaikkan suku bunga lebih awal dari yang diperkirakan," katanya.
Ia menambahkan bahwa naiknya inflasi AS akan membuat the Fed
kembali mengurangi program pembelian obligasi bulanannya menjadi 35
miliar dolar AS.
Minyak AS datar dan Brent naik karena ketidakpastian Irak
Juni 18, 2014
News Market
Harga minyak mentah
patokan Amerika Serikat (AS), Selasa pagi WIB, diperdagangkan sedikit
berubah di tingkat tertinggi sembilan bulan, sementara Brent North Sea naik moderat karena investor mengamati meningkatnya konflik sekterian
di Irak sebagai tanda yang dapat mengganggu pasokan minyak.
Patokan AS, minyak mentah light sweet atau West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Juli, merosot satu persen menjadi ditutup pada
106,90 dolar AS per barel di New York Mercantile Exchange.
Di London, minyak mentah Brent North Sea, yang cenderung
bereaksi lebih besar terhadap faktor geopolitik internasional
dibandingkan WTI, naik 48 sen menjadi menetap di 112,94 dolar AS per
barel. Ini adalah hari pertama perdagangan kontrak berjangka untuk
pengiriman Agustus.
Kedua kontrak acuan telah ditutup di tertinggi sembilan bulan pada
Jumat (13/6), karena pedagang mengamati kekerasan yang meningkat di
Irak, pengekspor minyak mentah terbesar kedua OPEC.
Kemajuan cepat serangan kelompok militan Sunni dari Negara Islam di
Irak dan di Suriah (ISIL) yang menguasai hampir seluruh Irak yang
dimulai seminggu lalu, telah mendekati pemerintah di Baghdad yang
dipimpin Syiah.
Serangan itu telah mengambil alih wilayah di bagian utara negara
itu, di mana produksi yang relatif kecil telah hilang dari pasar sejak
Maret karena kekerasan.
Pada Senin, ketakutan bahwa pemberontakan bisa menyebar ke selatan,
di mana terletak sebagian besar infrastruktur minyak Irak, sudah
dimasukkan ke harga pasar, kata Bart Melek dari TD Securities.
"Selama tentara mempertahankan posisinya dan kecuali jika kita
melihat pemberontakan sudah lebih jauh ke selatan, tampaknya tidak ada
ancaman langsung terhadap produksi Irak 3,3 juta barel per hari,"
katanya.
James Williams dari WTRG Economics memperingatkan skenario kasus
yang lebih buruk akan membuat semua produksi minyak Irak diblokir.
"Kalau semua dihentikan tidak ada kapasitas cadangan yang cukup di
dunia untuk mengganti persediaan jika Anda menggunakan angka EIA,"
katanya, merujuk ke Badan Informasi Energi Amerika Serikat, unit
statistik Departemen Energi AS.
"Kami hanya bisa menunggu perkembangan di Irak untuk menentukan
dampaknya. Sejauh ini harga lebih digerakkan karena faktor aktual
daripada dampak perang sipil yang diantisipasi ini."
Langganan:
Postingan (Atom)