Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Rabu pagi melemah sebesar 63 poin menjadi Rp11.955 dibandingkan sebelumnya di posisi Rp11.892 per dolar AS. "Masih adanya kekhawatiran peningkatan harga minyak mentah dunia akibat konflik di Irak akan mengganggu APBN sehingga nantinya dapat mempengaruhi outlook pertumbuhan Indonesia, situasi itu mendorong rupiah terus mengalami tekanan," kata Kepala Riset Trust Securities Reza Priyambada di Jakarta, Rabu. Di sisi lain, lanjut dia, meningkatnya harga minyak mentah dunia itu juga akan mengganggu perbaikan neraca perdagangan Indonesia, kondisi itu memunculkan persepsi bahwa defisit di neraca perdagangan akan membesar. Ia menambahkan bahwa meningkatnya yield surat utang pemerintah, terutama imbal hasil lelang Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) turut menambah sentimen negatif bagi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. "Meningkatnya yield obligasi pemerintah memberi kekhawatiran investor di dalam negeri," katanya. Dari eksternal, Reza Priyambada menambahkan bahwa meningkatnya inflasi Amerika Serikat menambah sentimen bagi mata uang dolar AS menguat terhadap mayoritas nilai tukar dunia. "Meningkatnya inflasi AS akan mendorong bank sentral AS (the Fed) untuk menaikkan suku bunga lebih awal dari yang diperkirakan," katanya. Ia menambahkan bahwa naiknya inflasi AS akan membuat the Fed kembali mengurangi program pembelian obligasi bulanannya menjadi 35 miliar dolar AS.