PT. Kontak Perkasa Futures - Presiden Joko Widodo (Jokowi) membuat mesin pencari data layaknya Google yang berisi data-data dari pemerintah yang dapat diakses oleh semua pihak agar masyarakat mendapatkan data akurat, mutakhir, terpadu, dan dapat dipertanggungjawabkan.
Pembuatan mesin pencari data ini terealisasi setelah Jokowi menandatangani Peratura Presiden (Perpres) Nomor 39 tahun 2019 tentang Satu Data Indonesia. Aturan ini telah diundangkan Menteri Hukum dan HAM Yosanna Laoly pada 17 Juni 2019.
Mengutip penjelasan Perpres No. 39 tahun 2019, Satu Data Indonesia adalah kebijakan tata kelola data pemerintah untuk menghasilkan data yang akurat, mutakhir, terpadu, dan dapat dipertanggungjawabkan serta mudah dibagipakaikan antar instansi instansi pusat dan daerah melalui pemenuhan standar data, metadata, interoperabilitas data, dan menggunakan kode referensi dan data induk.
Dari sisi standar data, masing-masing sumber data, misalnya kementerian/lembaga, harus membuat data sesuai standar yang telah ditetapkan oleh pembina data tingkat pusat. Sementara secara metadata, data harus mengikuti struktur dan format baku.
Dari sisi interoperabilitas, data harus konsisten secara bentuk, sesuai struktur, skema, dan komposisi penyajian, dan semantik atau sesuai artikulasi keterbacaan. Lalu, data harus disimpan dalam format terbuka yang dapat dibaca sistem elektronik.
Terkait penyelenggara, Satu Data Indonesia akan memiliki dewan pengarah, pembina data, walidata dan produsen data. Perangkat ini ada ditingkat pusat dan daerah. Ketua dewan pengarah adalah Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BPPN) yang saat ini dijabat oleh Bambang Brodjonegoro.
Adapun, anggota terdiri dari menteri pendayagunaan aparatur negara (Syafruddin), menteri komunikasi dan informatika (Rudiantara), menteri dalam negeri (Tjahjo Kumolo), menteri keuangan keuangan (Sri Mulyani), serta pejabat pengelola stastistik, dan geospasial.
"Menurut Perpres instansi pusat dan instansi daerah mengakses data di portal Satu Data Indonesia tidak dipungut biaya, tidak memerlukan dokumen nota kesepahaman, perjanjian kerja sama dan/atau dokumen surat pernyataan," ujar Jokowi seperti dikutip dari keterangan tertulis dari Kementerian Sekretaris Kabinet, Jumat (28/6/2019).
Source : CNBC Indonesia