Disclaimer : Semua artikel dan konten yang terdapat dalam portal ini hanya bersifat informasi saja. Kami tidak bertanggung jawab terhadap semua kerugian baik langsung maupun tidak langsung yang dialami oleh pembaca atau pihak lain akibat menggunakan informasi dari portal kami.

25 Juni 2014

Persaingan capres-cawapres salah satu penyebab rupiah terkoreksi

Menteri Keuangan M Chatib Basri mengemukakan bahwa salah satu penyebab nilai tukar rupiah terkoreksi terhadap dolar AS yakni persaingan kandidat capres-cawapres yang semakin ketat. "Kondisi itu menjadi perhatian beberapa bond holders besar, muncul pertanyaan adalah keamanan. Kalau hasilnya ketat dan dekat dikhawatirkan ada gugatan ke Mahkamah Konstitusi. Untuk pelaku pasar kan memerlukan kepastian," ujar Menkeu saat acara Bisnis Award 2014 di Jakarta, Selasa malam. Selain itu, lanjut dia, yakni karena defisit neraca perdagangan Indonesia. Kendati demikian, neraca perdagangan cenderung mulai mengalami perbaikan. "Bulan ini, akan ada indikator net surplus untuk neraca perdagangan Indonesia," ucapnya. Faktor lainnya, Chatib Basri mengatakan bahwa tertekannya rupiah juga dipicu dari harga minyak dunia yang melambung akibat geopolitik di Irak. Hal itu merupakan faktor eksternal yang mempengaruhi nilai tukar rupiah. Kendati demikian, M Chatib Basri mengaku optimistis nilai tukar rupiah akan kembali menguat dalam beberapa waktu ke depan. Nilai tukar rupiah yang sempat menyentuh angka Rp12.000 per dolar AS, telah kembali turun pada kisaran Rp11.900-an per dolar AS. Ia mengemukakan bahwa mata uang rupiah sempat memiliki kinerja dengan performa terbaik kedua di dunia yang berlangsung dari awal tahun ini hingga Mei. "Nilai tukar kita mulai menguat pada akhir Januari tahun ini dan sempat menjadi best performance dengan penguatan sampai enam persen," katanya.  (*)

Indesks Wall Street turun meskipun data ekonomi menguat


Nilai saham-saham di Wall Street berakhir turun pada Selasa (Rabu pagi WIB), meski data ekonomi AS menguat di luar perkiraan para analis. Penurunan itu dinilai karena aksi ambil untung dan serangan gerilyawan Sunni yang sedang berlangsung di Irak. Indeks Dow Jones Industrial Average jatuh 119,13 poin (0,70 persen) menjadi ditutup pada 16.818,13, sedangkan indeks berbasis luas S&P 500 turun 12,63 poin (0,64 persen) menjadi berakhir di 1.949,98. Kedua indeks tersebut telah mencatat rekor penutupan tertinggi pada pekan lalu. Indeks komposit teknologi Nasdaq kehilangan 18,32 poin (0,42 persen) menjadi berakhir pada 4.350,36. Ekuitas AS naik pada Selasa pagi, setelah laporan menunjukkan penjualan rumah baru pada Mei mencapai laju tercepat dalam enam tahun dan kepercayaan konsumen AS pada Juni melonjak ke tingkat tertinggi sejak Januari 2008. Tetapi Michael James, direktur pelaksana perdagangan ekuitas di Wedbush Securities, mengatakan terjadi penurunan indesk pada sore hari di pasar ekuitas karena pemberitaan mengenai situasi di Irak. "Orang-orang menggunakan (Irak) sebagai alasan untuk mengambil beberapa keuntungan mengingat pasar sudah jauh meningkat," kata James. Pada Selasa, serangan udara Irak menewaskan sedikitnya 38 orang saat pasukan keamanan mempertahankan kota strategis dan kilang minyak, kata para pejabat.

Rupiah Rabu pagi melemah ke posisi Rp12.019

Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Rabu pagi bergerak melemah sebesar 30 poin ke posisi Rp12.019 dibandingkan sebelumnya di level Rp11.989 per dolar AS. "Nilai tukar rupiah pagi ini menyentuh level Rp12.000 per dolar AS, padahal laju dolar AS cenderung mengalami pelemahan di sebagian pasar regional menyusul perkiraan pasar bahwa the Fed tetap mempertahankan suku bunga acuannya di level rendah dalam beberapa bulan mendatang," kata Kepala Riset Trust Securities Reza Priyambada di Jakarta, Rabu. Menurut dia, pengaruh neraca perdagangan Indonesia yang masih defisit, ditambah kenaikan harga minyak dunia akibat kisruh yang terjadi di Irak masih menjadi sentimen negatif bagi mata uang rupiah. "Karena masih adanya kekhawatiran tersebut maka rupiah kembali tertekan," katanya. Analis pasar uang Bank Mandiri Renny Eka Putri menambahkan bahwa sentimen pasar uang dalam negeri saat ini belum ada yang mendukung penguatan mata uang rupiah baik dari eksternal maupun domestik. "Kondisi perekonomian global yang belum stabil seiring dengan adanya kisruh geopolitik di Irak dan Ukraina yang masih berlangsung akan mendorong permintaan mata uang safe haven mengalami peningkatan," katanya. Sentimen dari dalam negeri, lanjut dia, data-data ekonomi Indonesia yang sedianya akan dirilis pada pekan depan sentimennya masih mendatar. Menurut dia, inflasi masih diekspektasikan tinggi menyusul tahun panen raya nasional yang mulai berkurang dan menjelang bulan puasa dan Hari Raya Lebaran.