Wall Street menguat
pada Rabu (Kamis pagi WIB), mengirim indeks S&P 500 ke rekor
tertinggi baru, setelah Federal Reserve mempertahankan kebijakan suku
bunga ultra-rendah dan tidak mempercepat kerangka waktu untuk kenaikan
suku bunga.
Indeks S&P 500, sebuah ukuran luas pasar saham AS, melonjak
14,99 poin (0,77 persen) menjadi ditutup pada 1.956,98, lapor AFP.
Indeks Dow Jones Industrial Average naik 98,13 poin (0,58 persen)
menjadi berakhir pada 16.906,62, sedangkan indeks komposit teknologi
Nasdaq naik 25,60 poin (0,59 persen) menjadi 4.362,84.
Ketiga indeks naik setelah The Fed mengeluarkan pernyataan pada
pukul 18.00 GMT yang menegaskan kembali kebijakannya untuk mengurangi
stimulus, sekaligus mempertahankan kebijakan moneter "sangat
akomodatif". Keuntungan menjadi lebih jelas setelah konferensi pers
dengan Ketua Fed Janet Yellen yang dimulai setengah jam kemudian.
Yellen mengatakan kepada wartawan "tidak ada rumus mekanik" kapan
The Fed akan menaikkan suku bunga acuan setelah berakhirnya stimulus,
menunjukkan kerangka waktu bank sentral untuk kenaikan tetap di
tengah-tengah 2015.
Para analis juga mencatat bahwa pernyataan The Fed tidak
meningkatkan secara signifikan perkiraan inflasinya, "menunjukkan bahwa
kenaikan baru-baru ini dalam inflasi tidak secara material mengubah
prospek jangka pendek untuk kebijakan moneternya," kata catatan dari
IHS.
Michael James, direktur pelaksana perdagangan saham di Wedbush
Securities, mengatakan, bahwa pernyataan Yellen tidak mengandung
kejutan.
"Ada kekhawatiran bahwa kebijakan suku bunga mungkin lebih negatif daripada apa yang dia ditata," kata James.
"Tidak ada sesuatu yang negatif dikatakan membuat kencenderungan naik yang kita lihat dalam perubahan arah ekuitas."
Amazon naik 2,7 persen karena pihaknya meluncurkan "Fire Phone,"
yang dinantikan, sebuah telepon pintar 4,7 inch (11,9 centimeter) yang
terhubung dengan penawaran Amazon lainnya, seperti buku, film dan musik.
Para analis mengatakan telepon itu bisa memperkuat hubungan pengecer
daring (online) dengan konsumen.
Perusahaan pengiriman paket FedEx melonjak 6,2 persen karena laba
kuartal keempat fiskalnya 2,46 dolar AS per saham mengalahkan harapan
sebesar 10 sen. Hasil itu didorong oleh volume pengiriman yang lebih
tinggi dan biaya operasi yang lebih rendah.
Perusahaan perangkat lunak (software) Adobe melonjak 8,2 persen
karena laba kuartal keduanya naik 15,7 persen menjadi 88,5 juta dolar AS
berkat pelanggan yang lebih tinggi pada layanan "Creative Cloud"-nya.
Pendapatan 1,07 miliar dolar AS juga melebihi perkiraan perusahaan
1,00-1,05 miliar dolar AS.
Harga obligasi naik. Imbal hasil pada obligasi pemerintah AS
berjangka waktu 10-tahun turun menjadi 2,61 persen dari 2,66 persen pada
Selasa, sementara pada obligasi 30-tahun turun menjadi 3,42 persen dari
3,45 persen. Harga dan imbal hasil obligasi bergerak terbalik.
19 Juni 2014
Rupiah Kamis pagi menguat 63 poin menjadi Rp11.933
Juni 19, 2014
News Market
Nilai tukar rupiah
yang ditransaksikan antarbank di Jakarta Kamis pagi menguat sebesar 63
poin menjadi Rp11.933 dibandingkan sebelumnya di posisi Rp11.996 per
dolar AS. Kepala Riset Monex Investindo Futures Ariston Tjendra di Jakarta,
Kamis mengatakan bahwa dolar AS melemah terhadap sejumlah mata uang
utama dunia, termasuk rupiah pasca bank sentral AS (the Fed) memangkas
outlook pertumbuhan ekonominya untuk tahun ini menjadi 2,1-2,3 persen,
dan mempertahankan suku bunganya di level 0,25 persen.
Ia menambahkan bahwa sesuai perkiraan, the Fed juga mengurangi
target pembelian obligasi bulanan menjadi 35 miliar dolar AS.
"Sepertinya the Fed masih akan terus mempertahankan sikap kebijakan
akomodatif, sehingga fluktuasi pasar keuangan di dalam negeri kembali
stabil setelah mengalami tekanan cukup signifikan," katanya.
Ia mengatakan bahwa melebarnya defisit neraca transaksi berjalan AS
menjadi 111,2 miliar dolar AS pada kuartal pertama tahun ini juga masih
menjadi salah satu sentimen negatif bagi dolar AS.
Kendati demikian, lanjut dia, penguatan rupiah masih dibayangi oleh
konflik di Irak yang memicu peningkatan harga minyak dunia. Di sisi
lain, masih berlanjutnya krisis di Ukraina juga akan mendorong harga gas
naik.
"Kondisi itu masih menjadi kekhawatiran investor di dalam negeri
karena dapat menambah beban subsidi bahan bakar minyak sehingga dapat
memperbesar defisit neraca perdagangan Indonesia dan dampaknya kepada
transaksi berjalan,"
Langganan:
Postingan (Atom)