Disclaimer : Semua artikel dan konten yang terdapat dalam portal ini hanya bersifat informasi saja. Kami tidak bertanggung jawab terhadap semua kerugian baik langsung maupun tidak langsung yang dialami oleh pembaca atau pihak lain akibat menggunakan informasi dari portal kami.

19 Juni 2014

Wall Street naik kirim S&P 500 ke rekor baru

Wall Street menguat pada Rabu (Kamis pagi WIB), mengirim indeks S&P 500 ke rekor tertinggi baru, setelah Federal Reserve mempertahankan kebijakan suku bunga ultra-rendah dan tidak mempercepat kerangka waktu untuk kenaikan suku bunga. Indeks S&P 500, sebuah ukuran luas pasar saham AS, melonjak 14,99 poin (0,77 persen) menjadi ditutup pada 1.956,98, lapor AFP. Indeks Dow Jones Industrial Average naik 98,13 poin (0,58 persen) menjadi berakhir pada 16.906,62, sedangkan indeks komposit teknologi Nasdaq naik 25,60 poin (0,59 persen) menjadi 4.362,84. Ketiga indeks naik setelah The Fed mengeluarkan pernyataan pada pukul 18.00 GMT yang menegaskan kembali kebijakannya untuk mengurangi stimulus, sekaligus mempertahankan kebijakan moneter "sangat akomodatif". Keuntungan menjadi lebih jelas setelah konferensi pers dengan Ketua Fed Janet Yellen yang dimulai setengah jam kemudian. Yellen mengatakan kepada wartawan "tidak ada rumus mekanik" kapan The Fed akan menaikkan suku bunga acuan setelah berakhirnya stimulus, menunjukkan kerangka waktu bank sentral untuk kenaikan tetap di tengah-tengah 2015. Para analis juga mencatat bahwa pernyataan The Fed tidak meningkatkan secara signifikan perkiraan inflasinya, "menunjukkan bahwa kenaikan baru-baru ini dalam inflasi tidak secara material mengubah prospek jangka pendek untuk kebijakan moneternya," kata catatan dari IHS. Michael James, direktur pelaksana perdagangan saham di Wedbush Securities, mengatakan, bahwa pernyataan Yellen tidak mengandung kejutan. "Ada kekhawatiran bahwa kebijakan suku bunga mungkin lebih negatif daripada apa yang dia ditata," kata James. "Tidak ada sesuatu yang negatif dikatakan membuat kencenderungan naik yang kita lihat dalam perubahan arah ekuitas." Amazon naik 2,7 persen karena pihaknya meluncurkan "Fire Phone," yang dinantikan, sebuah telepon pintar 4,7 inch (11,9 centimeter) yang terhubung dengan penawaran Amazon lainnya, seperti buku, film dan musik. Para analis mengatakan telepon itu bisa memperkuat hubungan pengecer daring (online) dengan konsumen. Perusahaan pengiriman paket FedEx melonjak 6,2 persen karena laba kuartal keempat fiskalnya 2,46 dolar AS per saham mengalahkan harapan sebesar 10 sen. Hasil itu didorong oleh volume pengiriman yang lebih tinggi dan biaya operasi yang lebih rendah. Perusahaan perangkat lunak (software) Adobe melonjak 8,2 persen karena laba kuartal keduanya naik 15,7 persen menjadi 88,5 juta dolar AS berkat pelanggan yang lebih tinggi pada layanan "Creative Cloud"-nya. Pendapatan 1,07 miliar dolar AS juga melebihi perkiraan perusahaan 1,00-1,05 miliar dolar AS. Harga obligasi naik. Imbal hasil pada obligasi pemerintah AS berjangka waktu 10-tahun turun menjadi 2,61 persen dari 2,66 persen pada Selasa, sementara pada obligasi 30-tahun turun menjadi 3,42 persen dari 3,45 persen. Harga dan imbal hasil obligasi bergerak terbalik.

IHSG dibuka naik 8,10 poin

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Kamis dibuka naik 8,10 poin atau 0,17 persen menjadi 4.895,96. Sedangkan indeks 45 saham unggulan (LQ45) menguat 2,11 poin (0,26 persen) ke level 826,97.

Rupiah Kamis pagi menguat 63 poin menjadi Rp11.933


Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta Kamis pagi menguat sebesar 63 poin menjadi Rp11.933 dibandingkan sebelumnya di posisi Rp11.996 per dolar AS. Kepala Riset Monex Investindo Futures Ariston Tjendra di Jakarta, Kamis mengatakan bahwa dolar AS melemah terhadap sejumlah mata uang utama dunia, termasuk rupiah pasca bank sentral AS (the Fed) memangkas outlook pertumbuhan ekonominya untuk tahun ini menjadi 2,1-2,3 persen, dan mempertahankan suku bunganya di level 0,25 persen. Ia menambahkan bahwa sesuai perkiraan, the Fed juga mengurangi target pembelian obligasi bulanan menjadi 35 miliar dolar AS. "Sepertinya the Fed masih akan terus mempertahankan sikap kebijakan akomodatif, sehingga fluktuasi pasar keuangan di dalam negeri kembali stabil setelah mengalami tekanan cukup signifikan," katanya. Ia mengatakan bahwa melebarnya defisit neraca transaksi berjalan AS menjadi 111,2 miliar dolar AS pada kuartal pertama tahun ini juga masih menjadi salah satu sentimen negatif bagi dolar AS. Kendati demikian, lanjut dia, penguatan rupiah masih dibayangi oleh konflik di Irak yang memicu peningkatan harga minyak dunia. Di sisi lain, masih berlanjutnya krisis di Ukraina juga akan mendorong harga gas naik. "Kondisi itu masih menjadi kekhawatiran investor di dalam negeri karena dapat menambah beban subsidi bahan bakar minyak sehingga dapat memperbesar defisit neraca perdagangan Indonesia dan dampaknya kepada transaksi berjalan,"