Nilai tukar rupiah
yang ditransaksikan antarbank di Jakarta Kamis pagi menguat sebesar 63
poin menjadi Rp11.933 dibandingkan sebelumnya di posisi Rp11.996 per
dolar AS. Kepala Riset Monex Investindo Futures Ariston Tjendra di Jakarta,
Kamis mengatakan bahwa dolar AS melemah terhadap sejumlah mata uang
utama dunia, termasuk rupiah pasca bank sentral AS (the Fed) memangkas
outlook pertumbuhan ekonominya untuk tahun ini menjadi 2,1-2,3 persen,
dan mempertahankan suku bunganya di level 0,25 persen.
Ia menambahkan bahwa sesuai perkiraan, the Fed juga mengurangi
target pembelian obligasi bulanan menjadi 35 miliar dolar AS.
"Sepertinya the Fed masih akan terus mempertahankan sikap kebijakan
akomodatif, sehingga fluktuasi pasar keuangan di dalam negeri kembali
stabil setelah mengalami tekanan cukup signifikan," katanya.
Ia mengatakan bahwa melebarnya defisit neraca transaksi berjalan AS
menjadi 111,2 miliar dolar AS pada kuartal pertama tahun ini juga masih
menjadi salah satu sentimen negatif bagi dolar AS.
Kendati demikian, lanjut dia, penguatan rupiah masih dibayangi oleh
konflik di Irak yang memicu peningkatan harga minyak dunia. Di sisi
lain, masih berlanjutnya krisis di Ukraina juga akan mendorong harga gas
naik.
"Kondisi itu masih menjadi kekhawatiran investor di dalam negeri
karena dapat menambah beban subsidi bahan bakar minyak sehingga dapat
memperbesar defisit neraca perdagangan Indonesia dan dampaknya kepada
transaksi berjalan,"