Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta Selasa pagi bergerak melemah sebesar 16 poin menjadi Rp11.741 dibandingkan posisi sebelumnya Rp11.725 per dolar AS. Analis pasar uang Platon Niaga Berjangka Lukman Leong di Jakarta, Selasa mengatakan bahwa laju mata uang rupiah masih rentan terhadap koreksi seiring dengan outlook kenaikan suku bunga AS (Fed rate) masih cukup kuat. "Kondisi global masih menjadi sentimen utama bagi pasar keuangan di dalam negeri," katanya. Menurut dia, pelaku pasar uang cenderung melakukan transaksinya dalam jangka pendek seraya memantau perkembangan di dalam negeri terkait susunan kabinet pemerintahan baru. "Pembalikan arah ke area negatif kembali terjadi di mana pelaku pasar cenderung melakukan transaksi jangka pendek untuk dimanfaatkan profit taking," katanya. Namun, ia mengatakan bahwa mata uang rupiah juga masih berpotensi menguat pada hari ini menyusul belum adanya perubahan fundamental ekonomi domestik yang saat ini masih cukup kuat. Kepala Riset Monex Investindo Futures Ariston Tjendra menambahkan bahwa munculnya sentimen kenaikan imbal hasil (yield) obligasi AS seiring dengan ekspektasi penurunan jumlah klaim pengangguran kembali menguatkan peluang dolar AS. "Kenaikan yield obligasi AS memicu aksi beli dolar AS. Yield obligasi AS diperkirakan kembali naik terutama yang bertenor panjang," katanya.
09 September 2014
Minyak jatuh karena data ekonomi Tiongkok dan Jepang melemah
September 09, 2014
News Market
Harga minyak dunia jatuh pada Selasa, dengan kontrak acuan Eropa merosot di bawah 100 dolar AS per barel di tengah kekhawatiran tentang permintaan yang rapuh, melimpahnya pasokan dan penguatan dolar AS. Patokan AS, minyak mentah light sweet atau West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Oktober, turun 63 sen menjadi 92,66 dolar AS per barel di New York Mercantile Exchange, tingkat terendah sejak Januari. Patokan Eropa, minyak mentah Brent untuk pengiriman Oktober, turun 62 sen menjadi menetap di 100,20 dolar AS per barel di perdagangan London, setelah sebelumnya jatuh di bawah 100 dolar AS per barel untuk pertama kalinya sejak Juni 2013. Matt Smith, analis di Schneider Electric, mengutip data ekonomi yang lemah dari Tiongkok dan Jepang, dua konsumen minyak utama, sebagai "bukan awal terbaik untuk minggu ini pada bidang data ekonomi." Tiongkok menunjukkan penurunan mengejutkan 2,4 persen pada impor, sementara Jepang mengatakan ekonominya menyusut 1,8 persen pada kuartal April-Juni, lebih buruk dari perkiraan sebelumnya kontraksi 1,7 persen. Para analis juga mengutip laporan yang menunjukkan persediaan minyak tetap tinggi di pasar karena kilang-kilang di Amerika Utara beralih ke modus pemeliharaan dan mengambil lebih sedikit minyak mentah untuk diolah di pabrik-pabrik mereka. Tim Evans, analis di Citi Futures, menunjuk "kekhawatiran yang sedang berlangsung tentang surplus fisik yang tampak, dengan beberapa persediaan diperkirakan menunggu pada tanker-tanker yang digunakan sebagai gudang terapung (floating storage) pada tingkat tertinggi sejak 2009" Akhirnya, lompatan besar dalam dolar terhadap beberapa mata uang utama lainnya juga telah menekan minyak. Karena minyak mentah diperdagangkan dalam dolar, komoditas menjadi lebih mahal di luar AS ketika dolar menguat, demikian AFP.
Saham Wall Street sebagian besar turun mengecewakan
September 09, 2014
News Market
Saham-saham di Wall Street sebagian besar berakhir lebih rendah pada Selasa pagi, setelah data ekonomi dari Tiongkok dan Jepang mengecewakan dan meningkatnya momok Skotlandia akan melepaskan diri dari Inggris. Indeks Dow Jones Industrial Average turun 25,94 poin (0,15 persen) menjadi ditutup pada 17.111,42. Indeks berbasis luas S&P 500 turun 6,17 poin (0,31 persen) menjadi 2.001,54, sedangkan indeks komposit teknologi Nasdaq naik 9,39 poin (0,20 persen) menjadi 4.592,29. "Ekuitas AS mengambil jeda setelah reli dalam lima minggu," Wells Fargo Advisors mengatakan dalam sebuah catatan. Tiongkok melaporkan penurunan mengejutkan 2,4 persen dalam impornya, data terbaru menimbulkan pertanyaan tentang kondisi ekonomi terbesar kedua di dunia itu. Pertumbuhan Jepang, ekonomi nomor tiga dunia, menyusut 1,8 persen pada kuartal April-Juni, lebih buruk daripada perkiraan sebelumnya kontraksi sebesar 1,7 persen. Pound Inggris jatuh setelah jajak pendapat menunjukkan dukungan untuk kemerdekaan meningkat di Skotlandia dalam referendum yang akan digelar pada pekan depan. Indeks FTSE 100 merosot 0,3 persen. Berita peristiwa-peristiwa utama minggu ini mencakup perkiraan peluncuran produk Apple pada Selasa dan laporan penjualan ritel AS untuk Agustus pada Jumat (12/9). Anggota Dow, Boeing, naik 2,6 persen karena mengumumkan memperoleh sebuah kontrak besar dari maskapai penerbangan bertarif murah Irlandia, Ryanair. Ryanair setuju untuk membeli 100 pesawat senilai 11 miliar dolar AS, dengan opsi untuk membeli 100 pesawat tambahan. Produsen bahan bakar minyak seperti ExxonMobil turun 1,5 persen dan Apache turun 1,6 persen, berada di bawah tekanan karena harga minyak Brent turun di bawah 100 dolar AS per barel untuk pertama kalinya sejak Juni 2013. Perusahaan-perusahaan jasa minyak juga anjlok, dengan Halliburton turun 1,7 persen dan Schlumberger turun 2,1 persen. Yahoo melonjak 5,6 persen setelah penguasa pasar daring (online) Tiongkok, Alibaba, meluncurkan rencana untuk menghimpun dana hingga 24,3 miliar dolar AS melalui penawaran umum perdana besar. Berdasarkan rencana IPO, yang telah lama dalam dalam pengerjaan, Yahoo akan mengurangi sahamnya dari tingkat saat ini sebesar 22,4 persen menjadi 16,3 persen. Twitter melonjak 2,6 persen di tengah berita bahwa mereka telah mulai menguji "buy buttons" yang memungkinkan orang melakukan pembelian secara langsung dari pos-pos pemasaran. Langkah ini bisa meningkatkan daya tarik Twitter untuk pengiklan. Raksasa penyewaan mobil Hertz Global Holdings naik tipis 0,1 persen setelah mengumumkan bahwa kepala eksekutifnya Mark Frissora mengundurkan diri. Hertz telah datang di bawah pengawasan setelah pada Juni mengumumkan bahwa mereka akan menyajikan kembali hasil keuangannya karena kesalahan akuntansi. Harga obligasi jatuh. Imbal hasil pada obligasi 10-tahun pemerintah AS naik menjadi 2,47 persen dari 2,46 persen pada Jumat (5/9), sementara pada obligasi 30-tahun meningkat menjadi 3,22 persen dari 3,19 persen. Harga dan imbal hasil obligasi bergerak terbalik, demikian AFP.
Langganan:
Postingan (Atom)