Disclaimer : Semua artikel dan konten yang terdapat dalam portal ini hanya bersifat informasi saja. Kami tidak bertanggung jawab terhadap semua kerugian baik langsung maupun tidak langsung yang dialami oleh pembaca atau pihak lain akibat menggunakan informasi dari portal kami.

26 Maret 2019

Bertengger di Atas 6.500, IHSG Terbaik Kedua di Asia

PT. Kontak Perkasa Futures - Indonesia mencatat kinerja impresif di pekan ini, hingga penutupan perdagangan Jumat (22/3/19) mampu bertengger di atas level 6.500, atau tepatnya di level 6.525,27 (+0,36%).

Dalam sepekan IHSG membukukan kenaikan hampir 1%, dan mendekati level tertinggi tahun ini 6.581,73 yang disentuh pada 1 Februari lalu.

Dibandingkan dengan bursa utama Asia, penguataan IHSG menduduki peringkat kedua di pekan ini, hanya kalah dari Indeks Shanghai Komposit China yang menguat 2,7%. Peringkat ketiga hingga kelima diisi oleh indeks Nikkei Jepang (+0,82%), Kospi Korea Selatan (+0,5%), dan Hang Seng Hong Kong (+0,35%).


IHSG juga unggul dengan negara tetangga yakni Singapura dimana indeks FTSE Strait-nya menguat 0,37%, sementara dengan FTSE Malaysia justru melemah 0,82% di pekan ini.

Sepanjang pekan ini ada dua faktor utama yang memengaruhi IHSG yakni sikap dovish  Federal Reserve (The Fed) AS yang menjadi sentimen positif, sementara sentimen negatif datang dari negosiasi dagang AS - China yang sedikit mengalami kemunduran.

Melihat performa sejak awal pekan, IHSG mencatat kenaikan dalam empat hari, sementara penurunan hanya terjadi sekali pada perdagangan Selasa (19/3/19) ketika muncul isu saling tidak percaya antara AS - China dalam negosiasi dagang.

Secara keseluruhan, sikap dovish The Fed dengan menyatakan tidak akan menaikkan suku bunga acuan atau Federal Funds Rate (FFR) di tahun ini benar-benar menjadi pendongkrak kinerja bursa. Tanpa kenaikan FFR arus modal yang balik ke AS akibat tingginya imbal hasil kemungkinan akan tertahan, dan kembali masuk ke negara emerging market.


Pelaku pasar bahkan memperkirakan Bank Sentral AS tersebut berpeluang memangkas FFR di akhir tahun ini. Melihat perangkat FedWatch milik CME Group, per Jumat kemarin pelaku pasar melihat probabilitas sebesar 36,5% The Fed akan memangkas FFR sebesar 25 basis poin menjadi 2,00% - 2,25% saat mengumumkan kebijakan pada 11 Desember waktu setempat atau tanggal 12 waktu Indonesia.

Pada pengumuman kebijakan Kamis (21/3/19) lalu, The Fed mempertahankan FFR sebesar 2,25% - 2,50% serta menurunkan proyeksi pertumbuhan negara dengan perekonomian terbesar di dunia tersebut.The Fed juga mengindikasikan akan mengakhiri normalisasi neracanya pada September mendatang. Ini berarti The Fed akan berhenti menyedot likuiditas dari pasar.

Dari sisi negosiasi dagang, sikap saling tidak percaya muncul setelah pejabat terkait masing-masing negara mengeluarkan statement-nya. Pihak AS menyatakan kecemasannya jika China kemungkinan tidak akan mematuhi beberapa kesepakatan, sebaliknya pihak China menyatakan ragu jika AS akan mencabut tarif impor setelah kesepakatan terjadi.

Statement tersebut menunjukkan alotnya negosiasi antara dua negara dengan perekonomian terbesar di dunia ini. Meski demikian Presiden AS, Donald Trump, menyatakan negosiasi berjalan dengan lancar, dan akan berlanjut pekan depan, dimana negosiator AS akan datang ke Beijing.

Dari dalam negeri, Bank Indonesia (BI) memprediksi neraca pembayaran Indonesia akan mengalami surplus di kuartal-I tahun ini. Hal tersebut diungkapkan oleh Gubernur BI Perry Warjiyo setelah mempertahankan suku bunga acuan 6,0% pasca Rapat Dewan Gubernur (RDG) di pekan Ini.


Source : cnbc indonesia


PT. Kontak Perkasa Futures