Disclaimer : Semua artikel dan konten yang terdapat dalam portal ini hanya bersifat informasi saja. Kami tidak bertanggung jawab terhadap semua kerugian baik langsung maupun tidak langsung yang dialami oleh pembaca atau pihak lain akibat menggunakan informasi dari portal kami.

17 November 2014

Kilau Harga Emas Kian Memudar Pekan Ini

KONTAK PERKASA FUTURES - Meski sempat menguat pekan lalu, harga emas justru diprediksi menguat pekan ini. Sebanyak 11 partisipan survei mingguan News Gold Survei mengatakan, harga emas akan bergerak melemah. Mengutip laman Kitco, Senin (17/11/2014), dari 36 partisipan, hanya lima responden yang melihat harga emas akan naik. SEmentara tiga lainnya memprediksi harga emas tak akan banyak berubah. Pekan lalu, para partisipan memprediksi harga emas akan melemah. Namun kontrak emas untuk pengiriman Desember teryata naik sebesar US$ 3,9 per ounce selama sepekan. "Perkembangan paling menarik adalah peningkatan tajam harga emas sepanjang pekan lalu. Harga emas tercatat naik 8 persen atau tertinggi dalam dua tahun terakhir," ungkap analis pasar Ken Morrison. Menurut Morrison, penguatan dolar pada waktu yang bersamaan akan menjadi risiko tersendiri bagi harga emas. Dia memprediksi harga emas akan lebih rendah dari US$ 1.130 per ounce pekan ini Sebaliknya, Chief Heritage West Financial Ralph Preston melihat harga emas akan berbalik naik. Dia menjelaskan, saat harga emas mulai turun, para pembeli akan langsung melakukan aksi jual. Tapi ada juga yang melihat harga emas tak banyak bergerak. "Datar. Sulit untuk mengatakan, harga emas akan naik atau turun. Harga emas akan bergerak naik, tapi pembeli tampaknya tak akan terburu-buru," ungkap CEO Adrian Day Asset Management,

3 Faktor yang Bikin Harga Emas Dunia Merosot

KONTAK PERKASA FUTURES - Emas kini tampak tak lagi berkilau di mata para investor. Terbukti permintaan emas global secara keseluruhan melemah 2 persen ke level terendah dalam hampir lima tahun terakhir. Alhasil, harga emas terus merosot hingga menyentuh level terendah dalam empat tahun terakhir senilai US$ 1.132 per ounce bulan ini. Padahal harga emas sempat pulih ke level US$ 1.158 per ounce tapi turun tiga persen sepanjang tahun. Mengutip laman Wall Street Journal, seperti ditulis Sabtu (15/11/2014), harga emas merosot 39 persen ke tingkat yang lebih rendah dari level terparahnya pada Agustus 2011. Faktor pertama yang menyebabkan harga emas turun adalah aksi jual para investor setelah perekonomian Amerika Serikat membaik. Prediksi data ekonominya akan terus membaik dalam beberapa bulan ke depan juga membuat para investor berpaling dari emas. Selain itu, banyak manajer keuangan yang memprediksi Bank Sentral Amerika Serikat (The Fed) akan segera menaikkan suku bunganya tahun depan. Suku bunga yang lebih tinggi akan memudarkan kilau emas karena para investor menganggap logam mulia tak lagi memberi untung. Ekspektasi kenaikan suku bunga The Fed juga akan menekan harga emas dengan cara lain. Pasalnya, para investor akan mengantisipasi kenaikan tersebut dengan memburu aset berdenominasi dolar. Tak heran beberapa waktu terakhir, dolar terus menguat terhadap beberapa mata uang lain. Artinya, emas yang biasa digunakan sebagai nilai lindung investasi saat dolar menurun kini tak diperlukan lagi. Tingkat inflasi yang rendah di China juga menjadi salah satu faktor yang membuat permintaan emas menurun dan menyebabkan harga logam mulia tersebut melemah. Maklum, dalam beberapa tahun, para investor menggunakan emas sebagai nilai lindung menghadapi inflasi di tengah program stimulus The Fed. Sayangnya, laju inflasi di China justru mendekati level terendah dalam lima tahun terakhir. "Tak banyak alasan untuk melindungi diri dari inflasi. Saat ini tingkat inflasi rendah, sebagai nilai lindung, emas tak begitu diperlukan," ungkap Chief Investment Officer di BMO Private Bank Jack Ablin.

Dolar AS melemah meski data ekonomi positif

KONTAK PERKASA FUTURES - Kurs dolar AS melemah terhadap sebagian besar mata uang utama lainnya pada Sabtu pagi, meskipun secara keseluruhan data ekonomi dari negara itu positif. Indeks dolar, yang melacak greenback terhadap enam mata uang utama, menyentuh tingkat tertinggi empat tahun 88,267 pada sesi pagi setelah laporan menunjukkan penjualan ritel dan sentimen konsumen AS naik lebih dari yang diperkirakan. Penjualan ritel dan jasa makanan AS meningkat 0,3 persen pada Oktober, Departemen Perdagangan mengatakan Jumat, mengalahkan konsensus pasar kenaikan 0,2 persen. Menurut survei yang dilakukan oleh Thomson Reuters/University of Michigan, sentimen konsumen AS naik ke tingkat tertinggi dalam tujuh tahun pada November. Indeks sentimen konsumen pendahuluan tercatat 89,4, tingkat terkuat sejak Juli 2007, melampaui perkiraan pasar. Reli greenback berakhir ketika investor menjual dolar terhadap euro dan beberapa mata uang lainnya untuk mengambil keuntungan dari kenaikan dolar dalam sesi sebelumnya. Indeks dolar turun 0,31 persen menjadi 87,404 pada akhir perdagangan. Pada akhir perdagangan New York, euro naik menjadi 1,2525 dolar dari 1,2487 dolar di sesi sebelumnya, dan pound Inggris turun menjadi 1,5680 dolar dari 1,5718 dolar. Dolar Australia naik ke 0,8756 dolar dari 0,8724 dolar. Dolar dibeli 116,25 yen Jepang, lebih tinggi dari 115,71 yen pada sesi sebelumnya. Dolar turun ke 0,9591 franc Swiss dari 0,9625 franc Swiss, dan bergerak turun menjadi 1,1283 dolar Kanada dari 1,1364 dolar Kanada. Demikian laporan Xinhua.

Nilai tukar rupiah menguat tipis jadi Rp12.194

KONTAK PERKASA FUTURES Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank, Jumat sore, menguat tipis enam poin menjadi Rp12.194 dibandingkan posisi sebelumnya Rp12.200 per dolar AS. "Laju mata uang rupiah mampu bergerak positif meski masih dalam kisaran yang terbatas, ekonomi Jerman dan Perancis yang tumbuh pada kuartal III 2014 menjadi salah satu sentimen positif," kata Kepala Riset Monex Investindo Futures Ariston Tjendra. Ia mengemukakan produk domestik bruto (PDB) Jerman naik sekitar 0,1 persen periode Juli-September dan Prancis 0,3 persen pada kuartal ketiga, setelah mengalami kontraksi 0,1 persen pada kuartal kedua. Kendati demikian, lanjut dia, data dari negara itu yang merupakan salah satu pusat perekonomian di Eropa masih memberikan sinyal pertumbuhan yang lambat sehingga ada kekhawatiran di sebagain kalangan pelaku pasar keuangan. "Kondisi itu membuat pergerakan mata uang rupiah cenderung mendatar," katanya. Kepala Riset Woori Korindo Securities Indonesia Reza Priyambada menambahkan, sentimen dari tingkat suku bunga Bank Indonesia (BI rate) yang dipertahankan masih menjadi sentimen positif bagi rupiah. "Meski sifatnya spekulatif namun pelaku pasar perlu juga mengantisipasi potensi pembalikan arah setelah kenaikan ini," katanya. Sementara itu, kurs tengah Bank Indonesia pada hari Jumat (14/11) tercatat mata uang rupiah bergerak melemah menjadi Rp12.206 dibandingkan posisi sebelumnya di posisi Rp12.191 per dolar AS.