Kontak Perkasa - Jakarta - Pasar saham Indonesia mencatatkan pertumbuhan selama tiga tahun pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK).
Dilihat dari kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), pertumbuhan IHSG mencapai 17,63 persen dari periode 2014 hingga 18 Oktober 2017. IHSG sentuh level 5.040 pada 20 Oktober 2014 menjadi 5.929 pada 18 Oktober 2017. Pada masa tiga tahun pemerintahan Jokowi-JK, IHSG sempat cetak rekor tertinggi baru. IHSG cetak rekor tertinggi di kisaran 5.951 pada 4 Oktober 2017.
Secara year to date (Ytd), dari akhir Desember 2016 hingga 18 Oktober 2017, IHSG tumbuh 11,94 persen menjadi 5.929,20.
Kapitalisasi pasar saham Indonesia pun membukukan pertumbuhan selama tiga tahun pemerintahan Jokowi-JK. Kapitalisasi pasar saham naik 24,63 persen dari Rp 5.228,04 triliun pada 2014 menjadi Rp 6.516 triliun pada 18 Oktober 2017. Demikian mengutip data Bursa Efek Indonesia (BEI), Kamis (19/10/2017).
Transaksi harian saham pun catatkan kenaikan dari Rp 6 triliun rata-rata sepanjang 2014 menjadi Rp 7,2 triliun pada 18 Oktober 2017.Meski demikian, pertumbuhan jumlah emiten yang tercatat di pasar saham Indonesia tidak setinggi kinerja IHSG. Tercatat jumlah emiten mencapai 506 emiten pada 2014 menjadi 560 emiten pada 13 Oktober 2017. Hanya tumbuh tipis 0,9 persen.
Jumlah investor pun secara perlahan meningkat. Berdasarkan data PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), jumlah investor mencapai 1.000.289 pada Juni 2017. Jumlah itu merupakan jumlah single investor identity (SID) terkonsolidasi yang terdiri dari investor pemilik saham, surat utang, reksa dana, surat berharga negara, dane fek lain yang tercatat di KSEI.
Investor saham naik 235.186 investor dari 365.303 investor pada Desember 2014 menjadi 600.489 investor pada September 2017.
Akan tetapi, pada 2017, investor asing cenderung keluar dari pasar saham Indonesia. Tercatat dana investor asing keluar hingga 18 Oktober 2017 sebesar Rp 18,47 triliun. Laporan Citi menyatakan kalau membaiknya ekonomi Amerika Serikat membuat investor mengalihkan dananya.
Namun, dari sisi transaksi, investor domestik mendominasi. Berdasarkan data BEI, transaksi investor domestik mencapai 64 persen. Sedangkan investor asing mencapai 36 persen pada 2017.
Analis PT Semesta Indovest Aditya Perdana menuturkan, investor domestik mulai mendominais untuk transaksi perdagangan saham secara harian. Ini didorong investor ritel mulai mengenai bursa saham. Hal tersebut didorong sosialisasi dan edukasi yang menurut Aditya sudah bagus.
"Transaksi investor asing sudah berkurang. Investor ritel juga sudah melek saham, edukasi sudah cukup bagus," kata Aditya saat dihubungi Liputan6.com.
Terkait kinerja IHSG, Aditya menilai, hal tersebut didukung oleh faktor fundamental ekonomi Indonesia. Meski pertumbuhan ekonomi belum cukup kencang, Aditya melihat pemerintah fokus menggunakan anggaran untuk hal produktif.
"APBN dipakai untuk hal produksi, subsidi kurang penting dibuang. Belanja pemerintah fokus untuk perbaikan infrastruktur dan lapangan kerja," kata Aditya.
Akan tetapi, pertumbuhan ekonomi Indonesia belum cukup kencang hingga mencapai enam persen. "Ekonomi Indonesia tumbuh di kisaran lima persen," ujar Aditya.
Berdasarkan laporan Citi Research, kinerja IHSG mampu menguat didorong pasar kembali beri nilai lantaran berkurangnya subsidi dan dialokasikan ke infrastruktur. Akan tetapi, kinerja pendapatan perusahaan dinilai tidak terlalu bertumbuh dari 2015-2017. Namun, Citi melihat investor berani untuk masuk ke pasar saham Indonesia karena melihat prediksi jangka menengah panjang yang bagus.
Dilihat dari kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), pertumbuhan IHSG mencapai 17,63 persen dari periode 2014 hingga 18 Oktober 2017. IHSG sentuh level 5.040 pada 20 Oktober 2014 menjadi 5.929 pada 18 Oktober 2017. Pada masa tiga tahun pemerintahan Jokowi-JK, IHSG sempat cetak rekor tertinggi baru. IHSG cetak rekor tertinggi di kisaran 5.951 pada 4 Oktober 2017.
Secara year to date (Ytd), dari akhir Desember 2016 hingga 18 Oktober 2017, IHSG tumbuh 11,94 persen menjadi 5.929,20.
Kapitalisasi pasar saham Indonesia pun membukukan pertumbuhan selama tiga tahun pemerintahan Jokowi-JK. Kapitalisasi pasar saham naik 24,63 persen dari Rp 5.228,04 triliun pada 2014 menjadi Rp 6.516 triliun pada 18 Oktober 2017. Demikian mengutip data Bursa Efek Indonesia (BEI), Kamis (19/10/2017).
Transaksi harian saham pun catatkan kenaikan dari Rp 6 triliun rata-rata sepanjang 2014 menjadi Rp 7,2 triliun pada 18 Oktober 2017.Meski demikian, pertumbuhan jumlah emiten yang tercatat di pasar saham Indonesia tidak setinggi kinerja IHSG. Tercatat jumlah emiten mencapai 506 emiten pada 2014 menjadi 560 emiten pada 13 Oktober 2017. Hanya tumbuh tipis 0,9 persen.
Jumlah investor pun secara perlahan meningkat. Berdasarkan data PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), jumlah investor mencapai 1.000.289 pada Juni 2017. Jumlah itu merupakan jumlah single investor identity (SID) terkonsolidasi yang terdiri dari investor pemilik saham, surat utang, reksa dana, surat berharga negara, dane fek lain yang tercatat di KSEI.
Investor saham naik 235.186 investor dari 365.303 investor pada Desember 2014 menjadi 600.489 investor pada September 2017.
Akan tetapi, pada 2017, investor asing cenderung keluar dari pasar saham Indonesia. Tercatat dana investor asing keluar hingga 18 Oktober 2017 sebesar Rp 18,47 triliun. Laporan Citi menyatakan kalau membaiknya ekonomi Amerika Serikat membuat investor mengalihkan dananya.
Namun, dari sisi transaksi, investor domestik mendominasi. Berdasarkan data BEI, transaksi investor domestik mencapai 64 persen. Sedangkan investor asing mencapai 36 persen pada 2017.
Analis PT Semesta Indovest Aditya Perdana menuturkan, investor domestik mulai mendominais untuk transaksi perdagangan saham secara harian. Ini didorong investor ritel mulai mengenai bursa saham. Hal tersebut didorong sosialisasi dan edukasi yang menurut Aditya sudah bagus.
"Transaksi investor asing sudah berkurang. Investor ritel juga sudah melek saham, edukasi sudah cukup bagus," kata Aditya saat dihubungi Liputan6.com.
Terkait kinerja IHSG, Aditya menilai, hal tersebut didukung oleh faktor fundamental ekonomi Indonesia. Meski pertumbuhan ekonomi belum cukup kencang, Aditya melihat pemerintah fokus menggunakan anggaran untuk hal produktif.
"APBN dipakai untuk hal produksi, subsidi kurang penting dibuang. Belanja pemerintah fokus untuk perbaikan infrastruktur dan lapangan kerja," kata Aditya.
Akan tetapi, pertumbuhan ekonomi Indonesia belum cukup kencang hingga mencapai enam persen. "Ekonomi Indonesia tumbuh di kisaran lima persen," ujar Aditya.
Berdasarkan laporan Citi Research, kinerja IHSG mampu menguat didorong pasar kembali beri nilai lantaran berkurangnya subsidi dan dialokasikan ke infrastruktur. Akan tetapi, kinerja pendapatan perusahaan dinilai tidak terlalu bertumbuh dari 2015-2017. Namun, Citi melihat investor berani untuk masuk ke pasar saham Indonesia karena melihat prediksi jangka menengah panjang yang bagus.