KONTAK PERKASA FUTURES - Harga minyak dunia naik pada Rabu pagi, karena pasar mempertimbangkan dampak kesepakatan Iran dengan enam kekuatan dunia tentang pembatasan dugaan ambisi Republik Islam untuk membuat bom nuklir. Patokan AS, minyak mentah light sweet atau West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Agustus, naik 84 sen menjadi ditutup pada 53,04 dolar AS per barel, lapor AFP. Patokan Eropa, minyak mentah Brent untuk pengiriman Agustus naik 66 sen menjadi menetap di 58,51 dolar AS per barel di perdagangan London. "Saya pikir orang sudah menurunkan harga minyak, memperkirakan kesepakatan," kata Michael Lynch, analis konsultan Strategic Energy & Economic Research yang berbasis di AS. "Jadi ini kasus penjualan pada rumor dan membeli pada berita." "Sekarang itu benar-benar terjadi, orang sedang membeli kembali," kata Lynch. Para analis mengatakan kesepakatan penting itu akan melihat sanksi-sanksi akhirnya dicabut pada ekspor minyak Iran yang akan membantu meletakkan penutup pada setiap kenaikan minyak mentah berjangka tahun ini dan di masa mendatang. "Menjadi jelas, kembalinya ekspor minyak Iran selama tahun depan adalah salah satu faktor yang mungkin mempertahankan harga minyak rendah," kata Thomas Pugh, ekonom komoditas di konsultan Capital Economics. Kekuatan utama -- Inggris, Tiongkok, Prancis, Jerman, Rusia dan Amerika Serikat -- mencapai kesepakatan bersejarah pada Selasa bertujuan untuk memastikan Iran tidak memperoleh bom nuklir, membuka ekonomi Teheran yang terpukul dan berpotensi mengakhiri dekade perasaan bermusuhan dengan Barat. Dicapai pada hari ke-18 dari pembicaraan maraton di Wina, kesepakatan itu bertujuan menyelesaikan kebuntuan selama 13 tahun atas ambisi nuklir Iran setelah kegagalan diplomatik dan ancaman tindakan militer berulang kali. Kesepakatan itu menempatkan batasan ketat pada kegiatan nuklir Iran untuk setidaknya satu dekade dan seruan untuk pengawasan PBB yang ketat, dengan kekuatan dunia berharap bahwa ini akan menjadikan setiap pembuatan bom atom hampir tidak mungkin. Sebagai imbalannya, sanksi internasional menyakitkan yang telah memangkas ekspor minyak produsen terbesar kelima OPEC dan mencekik perekonomiannya akan dicabut dan miliaran dolar aset yang dibekukan akan dibuka kembali. Namun, para analis memperingatkan bahwa itu akan memakan waktu untuk tambahan minyak Iran mencapai pasar. "Produksi minyak mentah Iran cenderung meningkat pada 2016 namun akan memerlukan beberapa tahun untuk mencapai puncak sebelumnya," kata Fitch Ratings dalam dicatat kliennya pada Selasa. "Ekspor minyak Iran saat ini sekitar 1,1 juta barel per hari dibandingkan tingkat sekitar 2,5 juta barel sebelum 2012," catatnya. Lembaga pemeringkat menambahkan: "Kami memperkirakan akan melihat beberapa peningkatan produksi sepanjang perjalanan 2016 tetapi bahwa ini akan kurang dari setengah 1,4 juta barel penuh per hari yang hilang. "Sisanya akan memerlukan investasi dan keahlian yang signifikan, yang Iran mungkin ingin bermitra dengan perusahaan minyak internasional." Seorang juru bicara untuk Royal Dutch Shell mengatakan raksasa energi itu "tertarik dalam eksplorasi, Shell bisa memainkan peran dalam mengembangkan potensi energi Iran". BP menambahkan dalam sebuah pernyataan: "Kami sedang memantau situasi dan sementara itu kami terus mematuhi sanksi. Kami akan melihat peluang sekaligus mampu untuk melakukannya." Ke depan, "sejauh mana dampak pada harga minyak akan tergantung terutama pada kemampuan dalam negeri mendapatkan minyak di pasar ", kata Nina Skero, ekonom di Centre for Economics and Business Research. "Kami perkirakan minyak mentah Brent ... diperdagangkan sekitar 60 dolar AS per barel untuk sisa tahun ini," tambahnya. Harga minyak dunia jatuh sebesar 60 persen antara Juni 2014 dan Januari ketika mencapai terendah 45 dolar AS. Ini sebagian karena pasokan yang berlebihan disebabkan oleh "booming" minyak serpih di AS. Sementara OPEC pada Senin merevisi naik perkiraan untuk pertumbuhan permintaan minyak mentah dunia tahun ini, memperingatkan bahwa produksi minyak mentah juga akan terus meningkat. Mitra OPEC Iran, Arab Saudi dan Irak "keduanya telah secara signifikan menggenjot produksi tahun ini", kata Richard Mallinson, analis di kelompok riset Energy Aspects. "Ada sedikit kemungkinan bahwa negara-negara ini, dan anggota OPEC lainnya, akan mengurangi produksi untuk membuat ruang bagi kembalinya produksi Iran," ia mengatakan kepada AFP.