Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta Rabu pagi bergerak menguat sebesar 52 poin menjadi Rp11.919 dibandingkan posisi sebelumnya Rp11.971 per dolar AS. Analis Monex Investindo Futures Ariston Tjendra di Jakarta, Rabu mengatakan bahwa penguatan dolar AS cenderung mereda terhadap mata uang di kawasan Asia, termasuk rupiah, bervariasinya ekonomi data AS cukup meredakan kekhawatiran investor sebelum adanya keputusan hasil pertemuan Komite Pasar Terbuka the Fed (FOMC). "Pelaku pasar cenderung mengambil posisi menunggu sampai adanya hasil FOMC," katanya. Di sisi lain, ia menambahkan bahwa Tiongkok yang merupakan salah satu mitra dagang Indonesia itu akan mengucurkan dana likuiditas sebesar 500 miliar yuan atau sekitar 81 miliar dolar AS kepada lima bank terbesarnya untuk mendukung pertumbuhan ekonomi, hal itu cukup berdampak positif bagi nilai tukar rupiah. Kendati demikian, lanjut dia, penguatan nilai tukar rupiah masih terbatas seiring dengan langkah sebagian investor masih mewaspadai bahwa the Fed akan memberikan nada yang hawkish untuk menaikan suku bunganya (Fed rate) ketika merampungkan pertemuan kebijakan moneternya pada Kamis 18 September ini. "Selain itu, investor sepertinya juga cukup khawatir dengan prospek kenaikan suku bunga the Fed ketika program pembelian obligasi atau biasa disebutquantitative easing (QE) akan berakhir tahun ini," katanya. Pengamat Pasar Uang dari Bank Himpunan Saudara Rully Nova menambahkan bahwa ke depan, faktor susunan kementerian pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla dapat menopang nilai tukar domestik untuk kembali masuk ke dalam tren penguatan. "Susunan kabinet diharapkan sesuai dengan ekspektasi pasar sehingga menumbuhkan kepercayaan investor terhadap ekonomi Indonesia, sehingga dampaknya akan ke penguatan rupiah," katanya.