Disclaimer : Semua artikel dan konten yang terdapat dalam portal ini hanya bersifat informasi saja. Kami tidak bertanggung jawab terhadap semua kerugian baik langsung maupun tidak langsung yang dialami oleh pembaca atau pihak lain akibat menggunakan informasi dari portal kami.

11 Maret 2013

Pemulihan ekonomi Jepang lebih cepat

Kontan (11/3) - Pemulihan ekonomi Jepang setelah krisis tahun 2011 bakal berlangsung lebih cepat dari perkiraan. Indikasinya, produk domestik bruto (PDB) kuartalan yang berakhir Desember 2012, naik 0,2% dari kuartal sebelumnya. Hasil ini lebih baik dari perkiraan awal pemerintah yang memprediksi PDB akan mengalami kontraksi 0,4%. Pencapaian ini memperkuat kampanye Perdana Menteri Shinzo Abe untuk mengakhiri masa deflasi 15 tahun dan menghidupkan kembali negara dengan ekonomi terbesar ketiga di dunia itu. Dalam pengumuman resmi, pemerintah menyatakan, pemicu pertumbuhan ekonomi adalah peningkatan konsumsi swasta dan investasi publik. Konsumsi swasta naik 0,5%, lebih besar dari perhitungan awal yang hanya 0,4% dan investasi pemerintah tumbuh sebesar 1,8%. Sedang belanja modal turun 1,5%, tapi lebih kecil dari prediksi yang mencapai 2,6%. Para ekonom memperkirakan ekonomi Jepang bakal tumbuh 2% dalam setahun ke depan. "Ekonomi Jepang sedang menuju pemulihan. Bila pengeluaran pemerintah semakin besar, laju pertumbuhan pun bisa semakin cepat," kata Koya Miyamae, Ekonom SMBC Nikko Securities Inc. Apalagi, bila nilai tukar yen terjaga dalam level yang rendah seperti saat ini. Pada perdagangan 8 Maret lalu, nilai tukar yen sebesar 95,23 per dollar AS. Itu merupakan nilai tukar terendah dalam 3,5 tahun terakhir. Nilai tukar yang rendah akan memacu pertumbuhan industri. Produk buatan Jepang semakin laris di pasaran sehingga meningkatkan ekspor. Walhasil, akan bisa mengurangi defisit perdagangan.  Kementerian Keuangan mengumumkan, defisit transaksi berjalan bulan Januari sebesar ¥ 364,8 miliar atau US$ 3,8 miliar. Jumlah itu anjlok drastis dari periode sama tahun lalu yang mencatatkan surplus ¥ 4,7 triliun. Defisit terjadi karena impor energi yang besar setelah penghentian operasional pembangkit listrik tenaga nuklir.