PT. Kontak perkasa Futures - Mahkamah Konstitusi (MK) akan menggelar sidang dengan agenda pembacaan putusan sengketa perselisihan hasil pemilihan umum presiden 2019-2024 di gedung MK, Kamis (27/6/2019), pukul 12.30.
Sidang ini akan menentukan apakah gugatan Pemohon, dalam hal ini pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno (Prabowo-Sandi), terhadap Termohon (Komisi Pemilihan Umum/KPU) dikabulkan oleh Majelis Hakim MK.
Terdapat 15 petitum yang dibacakan oleh Tim Kuasa Hukum Prabowo-Sandi dalam sidang perdana, Jumat (15/6/2019) lalu. Salah satunya adalah memerintahkan kepada Termohon untuk seketika mengeluarkan surat keputusan tentang penetapan Prabowo-Sandi sebagai presiden dan wakil presiden terpilih periode 2019-2024.
Menjelang sidang, Tim Kuasa Hukum Prabowo-Sandi menyampaikan 10 tuntutan melalui rilis pers dari Luthfi Yazid, salah seorang anggota tim kuasa hukum pasangan capres dan cawapres yang diusung Koalisi Indonesia Adil dan Makmur itu.
Salah satunya adalah berharap agar MK mempertegas kemuliaannya melalui putusan 27 Juni 2019. Putusan itu harus berlandaskan pada nilai-nilai Pancasila sesuai dengan kesepakatan bangsa dan mandat konstitusi di mana MK terikat pada UUD 1945.
"MK harus menegakkan kebenaran dan keadilan secara utuh. Jika tidak, maka keputusan MK akan kehilangan legitimasi, karena tidak ada public trust di dalamnya. Akibatnya lebih jauh, bukan hanya tidak ada public trust, namun juga tidak akan ada public endorsement pada pemerintahan yang akan berjalan," tulis Tim Kuasa Hukum Prabowo-Sandi, Selasa (25/6/2019).
Ketua Tim Kuasa Hukum Joko Widodo-Ma'ruf Amin, Yusril Ihza Mahendra, meyakini MK tidak akan mengabulkan gugatan Tim Kuasa Hukum Prabowo-Sandi terhadap KPU.
"Dugaan saya berat bagi MK untuk mengabulkan ya, tapi apa yang akan terjadi ya tunggu sajalah," ujar Yusril dalam program Blak-blakan detik.com seperti dikutip CNBC Indonesia, Rabu (26/6/2019).
Ketua Umum Partai Bulan Bintang itu lantas membeberkan tiga hal di balik dugaan itu.
Pertama, Tim Kuasa Hukum Prabowo-Sandi tak bisa membuktikan ada kecurangan yang bersifat terstruktur, sistematis, dan masif (TSM). Menurut Yusril, untuk membuktikan tuduhan itu, salah satu ketentuan adalah kecurangan TSM harus terbukti dilakukan di separuh jumlah provinsi yang ada di Tanah Air.
"Jika syarat tak terpenuhi, tuduhan adanya kecurangan bersifat TSM ya tidak terbukti," katanya.
Kedua, majelis hakim menilai alat bukti yang diajukan Tim Kuasa Hukum Prabowo-Sandi tidak lengkap dan berantakan. Dokumen-dokumen disusun tidak secara sistematis dan tak ada penjelasan keterkaitan.
Ketiga, saksi yang dihadirkan Tim Kuasa Hukum Prabowo-Sandi tidak maksimal saat memberikan kesaksian. Ia mencontohkan saksi Rahmadsyah dari Kabupaten Batubara, Sumatera Utara. Kedatangan Rahmadsyah di ibu kota tidak sah karena berstatus tahanan kota.
Kemudian, Rahmadsyah tidak menyaksikan kecurangan secara langsung di lapangan, melainkan hanya melihat video di Youtube. Dalam video itu, seorang polisi mengajak masyarakat memilih Jokowi-Amin. Rahmadsyah juga tidak mengetahui identitas polisi yang dimaksud.
"Ternyata di Kabupaten Batubara, pasangan Prabowo-Sandiaga yang menang. Jadi kesaksian Rahmadsyah tidak menerangkan apa-apa," kata Yusril.
Komisioner KPU Evi Novida Ginting mengaku optimistis jelang sidang putusan MK.
"Kami yakini ya, optimis dan meyakini bahwa putusan yang telah kami buat akan dikuatkan MK," ujarnya di gedung Bawaslu, Jakarta, Rabu (26/6/2019).
"Kan kita sudah melaksanakan tugas kita dengan saksi jawaban dan bukti-bukti. Tentu kita optimis bahwa apa yang dituduhkan kepada kita tidak benar dan tidak terbukti di MK. Sehingga kita optimis penetapan kita akan ditetapkan MK. Kalaupun berbeda, kami akan menindaklanjuti," lanjut Evi.
Kelompok teroris
Dari sisi keamanan, pemerintah memperkirakan akan ada aksi massa dengan jumlah pengunjuk rasa antara 2.500 hingga 3.000 orang. Demikian disampaikan Kepala Staf Kepresidenan Jenderal TNI (Purn) Moeldoko di Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas, Jakarta.
Untuk mengantisipasi hal itu, Moeldoko mengatakan, TNI-Polri sudah menyiapkan petugas berjumlah 40 ribu orang. Namun, dia menyebut ada indikasi kelompok teroris yang telah bersiap ke Jakarta.
"Kurang lebih 30 orang sudah masuk ke Jakarta. Kita sudah lihat, kenali mereka, jadi nggak usah khawatir. Kalau sudah terjadi sesuatu tinggal diambil. Sudah diikutin," ujar Moeldoko.
Source : CNBC Indonesia