PT. KONTAK PERKASA FUTURES MAKASSAR - Jumat 4 November 2016 tampaknya menjadi hari yang paling diantisipasi oleh berbagai kalangan, terutama pemerintah dan aparat keamanan serta civil society.
Sebab, pada hari itu, dijadwalkan akan berlangsung unjuk rasa dari berbagai elemen masyarakat yang dikoordinasikan oleh Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF MUI).
Indonesia, Jakarta khususnya, telah berpengalaman mengalami berbagai aksi unjuk rasa, besar-besaran sekalipun. Memang ada yang berlangsung secara aman dan tertib, tetapi ada pula yang berlangsung memicu bentrok bahkan kerusuhan sosial.
Demonstrasi atau berunjuk rasa dijamin oleh Undang-Undang Dasar 1945 dan Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi Manusia sebagai bentuk kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum.
Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyatakan Pendapat Di Muka Umum juga telah mengatur mengenai pelaksanaan demonstrasi atau unjuk rasa.
Tujuan pengaturan tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum adalah untuk mewujudkan kebebasan yang bertanggung jawab sebagai salah satu pelaksanaan hak asasi manusia sesuai dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945; mewujudkan perlindungan hukum yang konsisten dan berkesinambungan dalam menjamin kemerdekaan menyampaikan pendapat; mewujudkan iklim yang konduksif bagi berkembangnya partisipasi dan kreativitas setiap warga negara sebagai perwujudan hak dan tanggung jawab dalam kehidupan berdemokrasi; dan menempatkan tanggung jawab sosial dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, tanpa mengabaikan kepentingan perorangan atau kelompok.
Rupa-rupa dari unjuk rasa bisa berisi tuntutan atau protes terhadap sesuatu.
Pertemuan Presiden Jokowi dan Ketua Umum dam Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra; Pertemuan Presiden Jokowi dengan pimpinan MUI, PBNU (Pengurus Besar Nahdlatul Ulama), Pimpinan Pusat Muhammadiyah; pertemuan Wapres Jusuf Kalla dan Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono; pertemuan Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono dan Menkopolhukam Wiranto; pertemuan Prabowo dan Presiden PKS Sohibul Iman; apel kesiapsiagaan keamanan oleh Polri; apel kesiapsiagaan keamanan oleh TNI, dan apel gabungan antara TNI dan Polri; termasuk peningkatan razia di berbagai pintu masuk ibu kota, termasuk pelabuhan, bisa mengindikasikan bahwa unjuk rasa pada 4 November mendatang patut diantisipasi secara seksama, dengan mendinginkan suasana serta menjaga persatuan dan kesatuan.
Wakil Presiden Jusuf Kalla, seusai menerima Yudhoyono pada Selasa (1/11) malam, telah menegaskan bahwa pemerintah siap dengan segala kemungkinan yang terjadi sekalipun tidak merasa ada ancaman.
Antisipasi kesiapan mutlak dilakukan karena kemungkinan jumlah pengunjuk rasanya besar sehingga banyak yang harus dipersiapkan dan namanya pemerintah harus selalu siap menghadapi apapun situasinya.
Presiden Joko Widodo yang menerima pengurus Majelis Ulama Indonesia (MUI), PP Muhammadiyah dan PB Nahdlatul Ulama telah membahas sejumlah isu terkini, termasuk penegakan hukum dan pengutamaan ketertiban di Indonesia.
Ketua MUI KH Maruf Amin, seusai bersama pimpinan PBNU dan Muhammadiyah dengan Presiden Jokowi, mengingatkan bahwa untuk berunjuk rasa dilakukan sesuai dengan aturan dan akan berlangsung dengan tertib. MUI menyerukan demonstrasi itu untuk mengikuti berdasarkan peraturan, dilakukan secara santun, damai dan tidak anarkis, tidak menimbulkan kerusakan dan juga jangan terprovokasi.
Menurut Maruf, dalam pertemuan tersebut, sejumlah pengurus organisasi kemasyarakatan Islam menyampaikan adanya kegaduhan yang diakibatkan pernyataan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama dengan dugaan penistaan agama. Maruf menilai, kendati masalah tersebut tidak berhubungan dengan politik maupun pemilihan umum kepala daerah namun isu tersebut menjadi berkembang dan menimbulkan keresahan di masyarakat.
Disepakati bahwa kasus tersebut diproses secara terhormat, proporsional, melalui proses hukum.
Kepala Polda Metro Jaya Irjen Pol M Iriawan menerbitkan maklumat yang tertuang melalui Surat Nomor: MAK/03/X/2016 tertanggal 1 November 2016 yang diberlakukan petugas pengamanan dan bagi koordinator atau penanggung jawab serta peserta pengunjuk rasa.
Setiap aparatur pemerintah khususnya Polri wajib dan bertanggung jawab untuk melindungi hak asasi manusia. Anggota Polri harus menghargai asas legalitas, prinsip praduga tak bersalah dan menyelenggarakan pengamanan bagi masyarakat.
Sementara seluruh peserta unjuk rasa wajib menghormati hak orang lain, aturan moral yang diakui umum, menaati perundang-undangan yang berlaku, serta menjaga keutuhan persatuan dan kesatuan bangsa.
Polri melarang pengunjuk rasa membawa, memiliki senjata api, amunisi, bahan peledak, senjata tajam dan senjata pemukul. Peserta demonstrasi juga dilarang menghasut maupun memprovokasi berupa lisan atau tulisan yang melanggar aturan hukum.
Hal lainnya yang tidak diperbolehkan bagi pendemo yakni menyampaikan maupun meneruskan informasi bersifat menghina, menimbulkan kebencian berdasarkan suku, agama, rasa dan antar golongan (SARA) melalui media elektronik maupun media sosial. Pengunjuk rasa dilarang melawan maupun menggagalkan tugas aparat keamanan saat menjalankan tugas pengamanan unjuk rasa.
Polisi akan menindak tegas pendemonstrasi yang melanggar hukum dengan jeratan hukum sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), seperti KUHP pasal 218 tentang melawan aparat saat mengamankan aksi.
Menkopolhukam Wiranto telah meminta para tokoh agama untuk menyerukan kepada umat agar kalaupun demonstrasi pada 4 November 2016 yang digelar setelah shalat Jumat, bisa dilakukan secara damai. Demonstrasi tidak bisa dilarang karena hal itu merupakan hak untuk menyampaikan pendapat di muka umum.
Penyampaian pendapat di muka hukum harus disampaikan sesuai rambu-rambu hukum yang ada. Bebas, tetapi jangan mengganggu kebebasan orang lain. Jangan sampai ada hal yang mencekam, yang membuat warga takut, apalagi menimbulkan kekacauan.
Wiranto juga menegaskan bahwa proses hukum terhadap Basuki Tjahaja Purnama sedang berjalan dan dilakukan oleh aparat penegak hukum. Saat ini berada pada tahap mengumpulkan keterangan saksi.
Sebab, pada hari itu, dijadwalkan akan berlangsung unjuk rasa dari berbagai elemen masyarakat yang dikoordinasikan oleh Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF MUI).
Indonesia, Jakarta khususnya, telah berpengalaman mengalami berbagai aksi unjuk rasa, besar-besaran sekalipun. Memang ada yang berlangsung secara aman dan tertib, tetapi ada pula yang berlangsung memicu bentrok bahkan kerusuhan sosial.
Demonstrasi atau berunjuk rasa dijamin oleh Undang-Undang Dasar 1945 dan Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi Manusia sebagai bentuk kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum.
Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyatakan Pendapat Di Muka Umum juga telah mengatur mengenai pelaksanaan demonstrasi atau unjuk rasa.
Tujuan pengaturan tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum adalah untuk mewujudkan kebebasan yang bertanggung jawab sebagai salah satu pelaksanaan hak asasi manusia sesuai dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945; mewujudkan perlindungan hukum yang konsisten dan berkesinambungan dalam menjamin kemerdekaan menyampaikan pendapat; mewujudkan iklim yang konduksif bagi berkembangnya partisipasi dan kreativitas setiap warga negara sebagai perwujudan hak dan tanggung jawab dalam kehidupan berdemokrasi; dan menempatkan tanggung jawab sosial dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, tanpa mengabaikan kepentingan perorangan atau kelompok.
Rupa-rupa dari unjuk rasa bisa berisi tuntutan atau protes terhadap sesuatu.
Pertemuan Presiden Jokowi dan Ketua Umum dam Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra; Pertemuan Presiden Jokowi dengan pimpinan MUI, PBNU (Pengurus Besar Nahdlatul Ulama), Pimpinan Pusat Muhammadiyah; pertemuan Wapres Jusuf Kalla dan Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono; pertemuan Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono dan Menkopolhukam Wiranto; pertemuan Prabowo dan Presiden PKS Sohibul Iman; apel kesiapsiagaan keamanan oleh Polri; apel kesiapsiagaan keamanan oleh TNI, dan apel gabungan antara TNI dan Polri; termasuk peningkatan razia di berbagai pintu masuk ibu kota, termasuk pelabuhan, bisa mengindikasikan bahwa unjuk rasa pada 4 November mendatang patut diantisipasi secara seksama, dengan mendinginkan suasana serta menjaga persatuan dan kesatuan.
Wakil Presiden Jusuf Kalla, seusai menerima Yudhoyono pada Selasa (1/11) malam, telah menegaskan bahwa pemerintah siap dengan segala kemungkinan yang terjadi sekalipun tidak merasa ada ancaman.
Antisipasi kesiapan mutlak dilakukan karena kemungkinan jumlah pengunjuk rasanya besar sehingga banyak yang harus dipersiapkan dan namanya pemerintah harus selalu siap menghadapi apapun situasinya.
Presiden Joko Widodo yang menerima pengurus Majelis Ulama Indonesia (MUI), PP Muhammadiyah dan PB Nahdlatul Ulama telah membahas sejumlah isu terkini, termasuk penegakan hukum dan pengutamaan ketertiban di Indonesia.
Ketua MUI KH Maruf Amin, seusai bersama pimpinan PBNU dan Muhammadiyah dengan Presiden Jokowi, mengingatkan bahwa untuk berunjuk rasa dilakukan sesuai dengan aturan dan akan berlangsung dengan tertib. MUI menyerukan demonstrasi itu untuk mengikuti berdasarkan peraturan, dilakukan secara santun, damai dan tidak anarkis, tidak menimbulkan kerusakan dan juga jangan terprovokasi.
Menurut Maruf, dalam pertemuan tersebut, sejumlah pengurus organisasi kemasyarakatan Islam menyampaikan adanya kegaduhan yang diakibatkan pernyataan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama dengan dugaan penistaan agama. Maruf menilai, kendati masalah tersebut tidak berhubungan dengan politik maupun pemilihan umum kepala daerah namun isu tersebut menjadi berkembang dan menimbulkan keresahan di masyarakat.
Disepakati bahwa kasus tersebut diproses secara terhormat, proporsional, melalui proses hukum.
Kepala Polda Metro Jaya Irjen Pol M Iriawan menerbitkan maklumat yang tertuang melalui Surat Nomor: MAK/03/X/2016 tertanggal 1 November 2016 yang diberlakukan petugas pengamanan dan bagi koordinator atau penanggung jawab serta peserta pengunjuk rasa.
Setiap aparatur pemerintah khususnya Polri wajib dan bertanggung jawab untuk melindungi hak asasi manusia. Anggota Polri harus menghargai asas legalitas, prinsip praduga tak bersalah dan menyelenggarakan pengamanan bagi masyarakat.
Sementara seluruh peserta unjuk rasa wajib menghormati hak orang lain, aturan moral yang diakui umum, menaati perundang-undangan yang berlaku, serta menjaga keutuhan persatuan dan kesatuan bangsa.
Polri melarang pengunjuk rasa membawa, memiliki senjata api, amunisi, bahan peledak, senjata tajam dan senjata pemukul. Peserta demonstrasi juga dilarang menghasut maupun memprovokasi berupa lisan atau tulisan yang melanggar aturan hukum.
Hal lainnya yang tidak diperbolehkan bagi pendemo yakni menyampaikan maupun meneruskan informasi bersifat menghina, menimbulkan kebencian berdasarkan suku, agama, rasa dan antar golongan (SARA) melalui media elektronik maupun media sosial. Pengunjuk rasa dilarang melawan maupun menggagalkan tugas aparat keamanan saat menjalankan tugas pengamanan unjuk rasa.
Polisi akan menindak tegas pendemonstrasi yang melanggar hukum dengan jeratan hukum sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), seperti KUHP pasal 218 tentang melawan aparat saat mengamankan aksi.
Menkopolhukam Wiranto telah meminta para tokoh agama untuk menyerukan kepada umat agar kalaupun demonstrasi pada 4 November 2016 yang digelar setelah shalat Jumat, bisa dilakukan secara damai. Demonstrasi tidak bisa dilarang karena hal itu merupakan hak untuk menyampaikan pendapat di muka umum.
Penyampaian pendapat di muka hukum harus disampaikan sesuai rambu-rambu hukum yang ada. Bebas, tetapi jangan mengganggu kebebasan orang lain. Jangan sampai ada hal yang mencekam, yang membuat warga takut, apalagi menimbulkan kekacauan.
Wiranto juga menegaskan bahwa proses hukum terhadap Basuki Tjahaja Purnama sedang berjalan dan dilakukan oleh aparat penegak hukum. Saat ini berada pada tahap mengumpulkan keterangan saksi.
Bac juga : PT. KONTAK PERKASA FUTURES MAKASSAR
COPYRIGHT © ANTARA 2016