Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta Rabu pagi bergerak melemah sebesar 19 poin menjadi Rp11.764 dibandingkan posisi sebelumnya Rp11.745 per dolar AS. Analis pasar uang Platon Niaga Berjangka Lukman Leong di Jakarta, Rabu mengatakan bahwa mata uang rupiah cenderung bergerak melemah di tengah penantian susunan kabinet pemerintahan baru nanti. "Dalam fase itu mata uang rupiah cenderung melemah, apalagi mata uang di sejumlah negara kawasan Asia juga terkoreksi terhadap dolar AS. Pelaku pasar uang akan memanfaatkan dolar AS untuk menjaga nilai asetnya," katanya. Ia menambahkan bahwa fundamental ekonomi Indonesia juga belum mendukung untuk mendorong nilai tukar rupiah terapresiasi karena dibayangi kenaikan inflasi menyusul rencana kenaikan tarif dasar listrik (TDL) pada periode 1 September-31 Oktober 2014 dengan kenaikan bertahap. Demikian pula rencana PT Pertamina menaikkan harga gas elpiji tabung 12 kg (kilogram). "Hal itu berpotensi mendorong laju inflasi pada tahun ini, diharapkan pemerintah dapat menjaga sehingga tidak melebihi prediksi di angka 4,5 persen plus minus 1 persen," paparnya. Pengamat pasar uang Bank Himpuan Saudara Rully Nova menambahkan bahwa di tengah spekulasi perbaikan ekonomi AS membuat nilai tukar rupiah masuk dalam tren pelemahan. Perbaikan ekonomi AS itu akan memperbesar kemungkinan bank sentral Amerika Serikat (the Fed) untuk menaikan suku bunga lebih cepat dari antispasi pasar. "Naiknya suku bunga AS (Fed rate) dapat memicu aliran dana asing di sejumlah negara berkembang, termasuk Indonesia akan keluar dan masuk ke pasar AS," katanya. Ia mengharapkan pemerintah sudah memiliki kebijakan dalam menahan sentimen eksternal yang dapat membuat pasar keuangan di dalam negeri bergejolak.