Nilai tukar rupiah dalam transaksi antarbank di Jakarta. Selasa pagi, melemah menjadi Rp11.851 per dolar AS.
"Konflik Irak yang muncul di akhir pekan lalu, masih menjadi
penggerak pasar yang negatif bagi aset berisiko, salah satunya rupiah,"
kata Kepala Riset Monex Investindo Futures, Ariston Tjendra di Jakarta,
Selasa.
Ia menambahkan eskalasi konflik di Irak mendorong kenaikan harga
minyak mentah dunia sekaligus menimbulkan kekhawatiran di pasar keuangan
sehingga sentimen alih risiko dari negara berkembang membayangi
pergerakan pasar.
Ariston mengatakan beberapa data Amerika Serikat yang akan dirilis
seperti inflasi serta angka penjualan rumah menjadi perhatian pasar.
Selain itu, AS juga akan merilis data kepemilikan asing atas obligasi
pemerintah yang diprediksi meningkat.
"Meningkatnya investasi asing di Amerika Serikat bisa mendorong
penguatan dolar AS lebih lanjut terhadap mata uang dunia," katanya.
Analis PT Platon Niaga Berjangka, Lukman Leong menambahkan
ekspektasi inflasi yang tinggi menyusul kenaikan tarif dasar listrik
(TDL) pada Juli nanti membuat mata uang rupiah tertekan.
"Pengaruh inflasi terhadap rupiah cukup besar, ekspektasi
meningkatnya inflasi akan membuat nilai tukar domestik agak berat untuk
berada di area positif," katanya.
Namun, lanjut dia, tekanan yang terjadi pada mata uang rupiah
diperkirakan tidak terlalu dalam karena Bank Indonesia masih menjaga
fluktuasinya sesuai dengan fundamental ekonomi domestik.