Disclaimer : Semua artikel dan konten yang terdapat dalam portal ini hanya bersifat informasi saja. Kami tidak bertanggung jawab terhadap semua kerugian baik langsung maupun tidak langsung yang dialami oleh pembaca atau pihak lain akibat menggunakan informasi dari portal kami.

25 Agustus 2014

BBCA, Primadona Pasar Saham

Likuiditas tinggi yang didukung fundamental kuat, ditambah kemampuan memberi nilai tambah kekayaan (wealth added index – WAI), menjadikan saham sebuah perusahaan di Bursa Efek Indonesia terus menjadi primadona di pasar saham. Demi memperoleh return yang tinggi dan di saat bersamaan meminimalkan risiko, investor umumnya memilih perusahaan terpercaya dan memiliki profitabilitas yang tinggi. Salah satu alat ukurnya adalah kinerja perusahaan, khususnya analisis laporan keuangan, termasuk laporan laba rugi. Semakin tinggi laba, maka dividen yang diperoleh akan semakin tinggi pula.Akan tetapi, laba tinggi saja tidak cukup. Ada unsur lain yang bisa menjadi masukan, yaitu wealth added index (WAI), atau kemampuan perusahaan dalam memberi nilai tambah kekayaan. WAI adalah metode pengukuran kinerja perusahaan yang dikembangkan oleh Stern Value Management, sebagai indikator untuk menentukan peningkatan kekayaan yang dihasilkan perusahaan di atas return minimal yang diharapkan investor. Dalam menghitung WAI, harapan akan return itu didasarkan pula pada potential cost plus risiko yang ditanggung investor, yang kemudian diterjemahkan dalam cost of equity (CoE). Sebuah perusahaan yang baik akan menghasilkan WAI positif, yaitu bila total return yang dihasilkan untuk pemegang saham (Total Shareholder Return - TSR) lebih besar dari CoE-nya.Artinya, jika saham perusahaan hanya menghasilkan TSR sama besar dengan CoE-nya, maka saham itu dianggap belum menghasilkan wealth added. Belakangan ini, WAI menjadi salah satu rujukan untuk menentukan perusahaan yang prospektif untuk berinvestasi. Berdasarkan perhitungan harian data dari Bloomberg periode 2009-2013, Majalah SWA memeringkat 100 perusahaan Indonesia dengan WAI terbesar 2014. Dalam daftar SWA 100 Indonesia’s Best Wealth Creator 2014, itu, BCA (BBCA) menduduki peringkat ke-4 di bawah PT HM Sampoerna Tbk (HMSP), PT Astra International Tbk (ASII), dan PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR).  Namun untuk sektor perbankan, BCA menjadi perusahaan dengan WAI tertinggi, mengungguli bank-bank BUMN berkapitalisasi pasar terbesar. Prestasi ini sama dengan capaian peringkat tahun lalu. Menurut Direktur Utama BCA, Jahja Setiaatmadja, selain mempertahankan likuiditas tinggi, meningkatkan profitabilitas dan memperkokoh permodalan, BCA senantiasa bersikap transparan untuk menjaga kepercayaan dan ekspektasi investor. “Kami tidak pernah memberikan janji palsu. Kami cerita apa adanya. Dengan transparansi, investor mengapresiasi kami. Jadi kuncinya adalah transparan,” tegas Jahja. Dari waktu ke waktu, saham BCA selalu diminati bahkan diburu investor lantaran memberikan return yang tinggi. Bagi para investor di Bursa Efek Indonesia (BEI), saham BCA selalu menjadi primadona. BBCA selalu menjadi 'penghuni tetap' di indeks Papan Utama (MBX), indeks LQ45, indeks Bisnis-27, indeks Kompas 100, dan kini berada dalam kelompok saham bluechip. Kinerja konsisten dan fundamental perusahaan membuat saham BCA kerap melampaui ekspektasi investor. BBCA pun sering menjadi katalis IHSG, dan menjadi saham yang diburu investor asing, seperti pada 2013 lalu. Banjir dana asing sejak Februari 2014 yang antara lain berburu saham perbankan, tentu saja termasuk BBCA.  Selama 2013, saham BBCA berhasil tumbuh 4,39 persen berkat kinerja perusahaan yang sangat bagus. Kinerja bagus pada semester I tahun ini, yaitu mencatatkan laba senilai Rp7,85 triliun (naik 24,2 persen), mengantar saham BBCA menembus level resistance. Analis Vibiz Research dari Vibiz Consulting, harga saham BBCA sejak akhir Juni terus mengalami penguatan, masih akan menguat dan menunggu sentimen fundamental. Data pergerakan saham BBCA periode 4-15 Agustus 2014, menunjukkan nilai saham BBCA terus naik dari Rp11.725 menjadi Rp11.800. Sekadar informasi, sebuah bank bisa disebut sehat jika CAR-nya minimal 8 persen, sebagaimana yang berlaku di seluruh dunia. Sementara itu, CAR BCA  terus naik dan kini berada di level 17 persen. Menurut pakar ekonomi dan keuangan, Fadhil Hasan, kinerja saham perbankan berkapitalisasi besar seperti BCA, akan tetap menarik pada tahun depan. Terutama karena fenomena spread suku bunga perbankan di Indonesia yang sampai saat ini relatif tinggi dibanding negara-negara lain. “Selisih suku bunga tersebut akhirnya terefleksikan dari keuntungan bank-bank di Indonesia yang labanya relatif meningkat dari tahun ke tahun,” jelasnya. Berkaitan dengan dinamika situasi dan kondisi lingkungan strategis, Fadhil menilai tidak terlalu mempengaruhi minat investor berinvestasi. Apalagi setelah Pemilu Legislatif dan Pilpres berjalan aman, tertib, lancar dan konstitusional. “Hingga akhir tahun tren pertumbuhan pasar modal akan berlanjut seiring optimisme ekonomi di awal pemerintahan baru,” Fadhil menambahkan. (adv)