Disclaimer : Semua artikel dan konten yang terdapat dalam portal ini hanya bersifat informasi saja. Kami tidak bertanggung jawab terhadap semua kerugian baik langsung maupun tidak langsung yang dialami oleh pembaca atau pihak lain akibat menggunakan informasi dari portal kami.

18 Desember 2014

Emas akhiri penurunan lima sesi berturut-turut

KONTAK PERKASA FUTURES - Emas berjangka di divisi COMEX New York Mercantile Exchange naik tipis pada Kamis pagi, mengakhiri penurunan lima sesi berturut-turut. Emas menguat setelah harga minyak berbalik naik tajam di tengah ketidakpastian tentang seberapa cepat Federal Reserve AS akan menaikkan suku bunga dalam pengumuman kebijakan moneternya, lapor Xinhua. Kontrak emas yang paling aktif untuk pengiriman Februari naik 0,2 dolar AS atau 0,02 persen, menjadi menetap di 1.194,5 dolar AS per ounce. Pertemuan bulanan Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) The Fed berakhir pada Rabu ketika para pedagang menghabiskan hari memperdebatkan seberapa cepat Bank Sentral akan menaikkan suku bunga jangka pendeknya. The Fed akan merilis risalah pertemuan FOMC akhir bulan ini. Namun demikian, emas berjangka mendapat dukungan dari minyak mentah light sweet atau yang melonjak tajam pada Rabu hampir empat persen di tengah data inflasi AS yang positif. Sebuah laporan yang dirilis oleh Departemen Perdagangan AS menunjukkan indeks harga konsumen turun 0,3 persen pada November. Ini mendukung untuk emas, sementara memberikan Fed lebih banyak alasan untuk mempertahankan kebijakan moneter longgarnya saat ini. Tetapi dolar yang menguat terus membatasi keuntungan emas pada Rabu. Komoditas seperti emas yang diperdagangkan dalam dolar sering dirugikan oleh penguatan greenback. Perak untuk pengiriman Maret bertambah 17,6 sen atau 1,12 persen, menjadi ditutup pada 15,928 dolar AS per ounce. Platinum untuk pengiriman Januari naik tiga dolar AS atau 0,25 persen, menjadi ditutup pada 1.199,5 dolar AS per ounce.

Harga minyak dunia naik dari terendah lima tahun

KONTAK PERKASA FUTURES - Harga minyak dunia naik dari posisi terendah lima tahun pada Kamis pagi, karena para pedagang berspekulasi bahwa pasokan yang berlebihan akan menurun di tengah harga yang rendah. Minyak mentah jenis light sweet untuk pengiriman Januari naik 54 sen menjadi menetap di 56,47 dolar AS per barel di New York Mercantile Exchange, sementara minyak mentah Brent untuk pengiriman Februari naik 1,17 dolar AS menjadi ditutup pada 61,18 dolar AS per barel, lapor Xinhua. Harga minyak mentah melonjak sekitar lima persen, kemudian mengupas keuntungan awal setelah Badan Informasi Energi AS (EIA) melaporkan peningkatan pasokan di pusat penyimpanan minyak AS di Cushing, Oklahoma. EIA pada Rabu mengatakan untuk pekan yang berakhir 12 Desember, stok minyak mentah AS turun 0,8 juta barel menjadi 379,9 juta barel, sedangkan persediaan di Cushing, titik pengiriman untuk kontrak, meningkat 2,9 juta barel menjadi 27,8 juta barel. Menteri Energi Rusia Alexander Novak pada Selasa mengatakan produksi minyak mentah dari Rusia, salah satu produsen minyak mentah terbesar di dunia, akan mempertahankan produksi minyak mentahnya sebesar 10,6 juta barel per hari pada 2015. "Harga akan stabil sendiri. Beberapa proyek investasi oleh perusahaan-perusahaan minyak dapat dipertimbangkan kembali, tetapi sejauh ini mereka belum menyesuaikan apa-apa," Novak mengatakan kepada wartawan pada pertemuan di Doha, Qatar. Harga minyak jatuh ke terendah lima tahun pada Selasa, karena tidak ada tanda-tanda bahwa produsen akan mengurangi produksinya dalam menanggapi kemerosotan harga. Suhail Al-Mazrouei, Menteri Energi Uni Emirat Arab, mengatakan pada Minggu bahwa Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) akan menahan diri pemangkasan produksi sekalipun jika harga jatuh ke serendah 40 dolar AS.

Dolar AS menguat setelah pengumuman kebijakan Fed

KONTAK PERKASA FUTURES - Kurs dolar AS menguat terhadap mata uang utama lainnya pada Kamis pagi, setelah Federal Reserve mengumumkan hasil pertemuan kebijakan moneternya. The Fed menurunkan janjinya untuk mempertahankan suku bunga mendekati nol untuk "waktu yang cukup" dari panduan suku bunganya, meningkatkan spekulasi pasar bahwa bank sentral bergerak lebih dekat ke kenaikan suku bunga, lapor Xinhua. Setelah pertemuan kebijakan dua hari, The Fed merilis pernyataan pada Rabu yang mengatakan "pihaknya bisa bersabar dalam memulai menormalkan sikap kebijakan moneter." Ketua Fed Janet Yellen mengatakan pada konferensi pers setelah pertemuan bahwa tidak mungkin The Fed akan menaikkan suku bunga untuk setidaknya pada dua pertemuan kebijakan berikutnya, menambahkan "waktu kenaikan awal dalam target fed fund (suku bunga acuan) serta jalur untuk target selanjutnya bergantung pada kondisi ekonomi." Para analis mengatakan perubahan dalam panduan berarti bank sentral bergerak selangkah lebih dekat untuk keluar dari kebijakan moneter yang longgar saat ini. Sementara pasar tenaga kerja berbalik naik lebih cepat dari yang diperkirakan, the Fed sekarang mengawasi inflasi ekonomi negara itu, yang telah lama berada di bawah target dua persen. Departemen Tenaga Kerja AS melaporkan pada Rabu bahwa harga konsumen turun pada November karena harga bensin turun tajam. Indeks Harga Konsumen (IHK), merupakan ukuran utama inflasi, turun 0,3 persen pada bulan lalu pada basis disesuaikan secara musiman, dibandingkan dengan indeks yang tidak berubah pada Oktober. IHK inti, yang tidak termasuk kategori makanan dan energi yang volatil, meningkat 0,1 persen pada November. Indeks dolar, yang mengukur greenback terhadap enam mata uang utama, naik 0,92 persen menjadi 88,938 pada akhir perdagangan. Pada akhir perdagangan di New York, euro turun menjadi 1,2324 dolar dari 1,2486 dolar di sesi sebelumnya, dan pound Inggris turun menjadi 1,5560 dolar dari 1,5726 dolar. Dolar Australia turun tipis menjadi 0,8119 dolar dari 0,8211 dolar. Dolar AS dibeli 118,61 yen Jepang, lebih tinggi dari 117,21 yen dari sesi sebelumnya. Dolar AS naik ke 0,9744 franc Swiss dari 0,9619 franc Swiss, dan naik menjadi 1,1653 dolar Kanada dari 1,1636 dolar Kanada.

Brent jatuh di bawah 60 dolar pertama kali sejak 2009

KONTAK PERKASA FUTURES - Minyak mentah Brent jatuh ke terendah baru lima tahun di bawah 60 dolar AS per barel pada Selasa, karena melemahnya aktivitas manufaktur Tiongkok memicu kekhawatiran permintaan global, dengan sentimen juga terganggu kelebihan pasokan. Dalam transaksi pagi di London, harga minyak mentah Brent North Sea untuk pengiriman Januari merosot menjadi 59,49 dolar AS, mencapai posisi terendah yang terakhir terlihat pada Juli 2009. Aktivitas manufaktur Tiongkok memburuk pada Desember dengan indeks pembelian manajer (PMI) HSBC menyentuh tingkat terendah tujuh bulan, bank mengatakan, mgindikasikan pelemahan lebih lanjut di ekonomi terbesar kedua dan konsumen energi utama dunia. Angka PMI awal untuk bulan ini datang di 49,5, di bawah titik impas yang membagi ekspansi dan kontraksi. Hasil yang disusun oleh penyedia layanan informasi Markit, lebih rendah daripada angka akhir November 50,0 dan hasil terlemah sejak Mei di 49,4. Angka Desember juga menandai langkah pertama ke kisaran kontraksi tujuh bulan. "Data PMI manufaktur Tiongkok menambah ketidakpastian pertumbuhan global," kata Mike van Dulken, kepala riset di Accendo Markets. "Jika manufaktur Tiongkok tidak tumbuh, itu menunjukkan seluruh dunia tidak mengonsumsi banyak, sehingga Tiongkok perlu mengonsumsi lebih sedikit energi dalam membuat lebih sedikit barang-barang," katanya kepada AFP. "Karena ekonomi nomor dua, itu banyak energi. Dan banyak barang-barang -- yang menambah kekhawatiran bahwa seluruh dunia sedang mengonsumsi lebih sedikit karena (itu) tidak tumbuh lebih banyak." Kontrak Brent kemudian berdiri di 59,78 dolar AS, turun 1,28 dolar AS dari tingkat penutupan Senin. "Data Tiongkok ... menunjukkan bahwa metrik pertumbuhan dan permintaan minyak/komoditas sedang melambat," tambah Atif Latif, kepala perdagangan di The Guardian Stockbrokers di London. Sementara itu pada Selasa, dolar mencapai rekor baru terhadap rubel karena anjloknya harga minyak dan ketegangan geopolitik mengempaskan ekonomi Rusia. Bank sentral Rusia pada Selasa pagi menaikkan suku bunga dari 10,5 persen menjadi 17 persen untuk menghentikan kemerosotan rubel, yang telah datang sebagai negara yang terpukul oleh kemerosotan harga minyak dan sanksi Barat atas dukungan Moskow kepada separatis Ukraina. "Upaya nekat Rusia untuk menopang rubel setelah kemerosotan baru-baru ini menunjukkan pihaknya bisa menjadi khawatir (tentang) situasi lebih buruk lagi," tambah van Dulken dikutip AFP.